45. Menyerah?

416 53 20
                                    

°
°
°
"Cia tidak ingin menginap lagi?"

"Memang cia sudah lebih baik?"

"Bunda masih khawatir loh.. "

Bunda sedari tadi tak henti hentinya mengoceh, wanita yang sudah berumur itu terus menahan cia yang akan pulang

Cia berusaha meyakinkan bunda, ia mengusap tangan bunda "Cia sudah lebih baik bunda.. "

Bunda menghela nafas, ia masih enggan untuk membiarkan cia pulang. Apalagi, setelah tau kakak gadis itu begitu kejam

Kalau kata cakra

Kakaknya tuh mirip iblis

Untuk kesekian kali nya. Bunda merasa tak rela jika harus membiarkan cia pulang, ia tak ingin jauh jauh dari kekasih anak bungsunya

Cia sudah bunda anggap seperti anak bunda sendiri

Cakra beranjak dari kursi, ia berusaha membujuk bunda agar mau membiarkan cia pulang "Cakra akan sering ajak cia kesini bun"

"Benar?"

Cakra mengangguk sebagai jawaban

"Ya sudah, hati hati ya sayang? Kalau ada apa apa telpon cakra"

Cia mengangguk, ia mencium punggung tangan bunda "Cia pamit. Terimakasih dan maaf kalau merepotkan bunda"

"Tidak, bunda tidak pernah repot. Bunda malah senang jika nak cia ada di sini"

"Ya udah bun. Cakra pamit"

Bunda mengangguk, membiarkan keduanya pergi menuju rumah si gadis.

Setelah di dalam mobil, tak ada percakapan. Cia masih terdiam, memandang keluar jendela dengan tatapan kosong

Cakra perhatikan, dari kemarin gadis nya itu lebih banyak melamun

Tatapan gadis nya juga sering kosong

Cakra mengusap tangan gadisnya yang masih asik memandang keluar "Mau beli ice cream?"

Cia menggeleng, ia tak ingin apapun untuk saat ini.

Lagian, ini sudah malam.

Cakra memberhentikan mobilnya di depan rumah si gadis, lelaki itu menatap lekat mata kekasihnya yang masih tersirat rasa sakit "Jangan pernah merasa sendiri, aku akan selalu ada untuk kamu"

"Kapan pun kamu butuh, aku akan selalu ada"

"Semua waktu yang aku punya, itu hanya milik kamu"

Cia tersenyum tipis, ia tak bisa membayangkan jika cakra tak pernah hadir dalam hidup nya.

Mungkin, sekarang cia sudah tak ada di dunia

Ia akan memilih pergi

Cakra menjadi sayap pelindung baginya. Cakra menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan yang ia punya.

Cakra adalah segalanya bagi zivalicia

Lelaki yang selalu menyukai bintang itu adalah dunianya

"Terimakasih.. "

Cia mendekat, mendekap erat tubuh cakra yang begitu hangat untuk nya

Pelukan yang selalu cia inginkan ketika merasa hancur

"Aku masuk dulu ya?"

Cakra mengangguk, membiarkan cia pergi memasuki rumahnya sendiri.

Meski ia tak merasa tenang, tapi ia bisa apa?

ZIVALICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang