°
°
°
"Hahahaha"Cakra terdiam, ia menatap bingung pada nathan yang tiba tiba tertawa.
Kepalan di lengannya pun mengendur "Dasar gila" Desis nya pelan
Nathan memegang perutnya, ia berusaha meredakan tawa yang susah untuk di kontrol
Namun saat kembali melihat wajah cakra yang penuh dengan emosi, tawa nya kembali meledak.
Cakra mendengus, ia menghempaskan dirinya pada kursi usang
"Cakra cakra.. "
"Lo tuh gak pernah berubah ya, selalu pake emosi"
Cakra berdecak, menepis lengan nathan yang hendak merangkul nya "Ututu bayi gede gue ngambek"
"Manusia sinting"
Nathan tak kuasa untuk tidak mengusak rambut cakra, ia tersenyum simpul "Gue bercanda"
"Memang selama lo koma, gue ngerasa ada hal yang beda di diri gue saat gue berdua sama cia"
"Dan selama ini gue jaga jarak sama kalian, karena dua hal"
"Pertama, karena gue mau ngeyakinin perasaan gue sama cia dan yang kedua ada hal yang harus gue cari tau perihal orang suruhan gibran"
Nathan menghela nafas sejenak, ia memandang langit pagi yang cukup mendung "Gue rasa, gue gak suka sama cia. Perasaan ini muncul, mungkin gue kangen sama mendiang adik gue"
Cakra menoleh ke arah nathan yang masih sibuk memandang langit "Cia dan Ria, mereka punya kesamaan"
"Dan lo tau apa kesamaan itu"
Cakra mengangguk, ia tersenyum tipis.
Sebenarnya saat ia pertama kali terbangun dari koma, malam di mana nathan melihatnya berpelukan. Ia sudah mulai menaruh curiga.
Tapi ternyata firasat nya salah.
Nathan hanya merindukan mendiang adiknya
Nathan kini berdiri, menepuk pundak cakra pelan "Gue gak pernah suka sama cia. Dan lo tenang aja, gue gak mungkin merusak persahabatan kita yang udah kita bangun dari kecil"
"Bohong!"
"Tentang gue yang gak pernah suka sama zivalicia itu bohong!"
Kepulan asap kini mengepul di udara.
Nathan memandang lurus kedepan, melihat rerumputan yang ada di belakang sekolah
Lelaki itu kini tengah menyesap batang nikotin yang sudah ditinggal kan nya selama 2 tahun
Tapi kini? Ia kembali berurusan dengan benda tersebut
"Gue terlambat"
"Terlambat untuk memiliki lo, zivalicia"
Nathan terkekeh miris, ia membuang puntung rokok ke sembarang arah "Jatuh cinta sesakit ini ternyata"
"Tapi, gue gak akan menjadi bajingan yang merebut kebahagiaan sahabat gue sendiri"
Nathan menarik nafas, ia mengeluarkan ponsel miliknya dan membuka galeri
Dilihatnya foto gadis yang ia foto secara diam diam. Di situ ia melihat cia yang tengah tertawa lepas mendengar lelucon Gavin "Terkadang, mencintai memang tidak harus memiliki bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIVALICIA
Romantizm. . . . . "Hujan dan Senja kini menjadi sesuatu yang berarti setelah saya mengenal kamu" -Cakra Seano davidsion Di bawah guyuran air hujan dan kilatan petir menyambar, kisah ini berakhir dengan pelukan hangat yang mengantar mereka pada keabadia...