°
°
°
Matanya masih fokus pada jalanan, cakra lagi lagi menghela nafas kasar."Berisik!"
Melvin terdiam, bibirnya mengerucut sebal.
Sesudah mengantarkan cia pulang, cakra malah bertemu dengan Melvin di pinggir jalan. Motor lelaki itu mogok, jadi saat ini ia sedang menumpang di mobil cakra.
Cakra awalnya menolak, ia sungguh tak ingin mendengar cerocosan Melvin yang tak berguna.
Dan benar saja, sedari tadi lelaki tersebut tak henti-henti nya menceritakan hal hal yang tak penting. Menurut cakra.
"Ish! Lo tuh gak boleh gitu, dengerin dulu gue belum selesai!"
Baik, cakra harus tabah.
"Terus ya cak, nah kan gue bingung kenapa motor gue tiba tiba mati? Padahal baru aja gue isi bensin nya. Sampai full malahan, mana bengkel jauh banget dari tempat gue mogok dan lo tau apa kelanjutan nya? ... "
"... Yap benar! Gue dorong tuh motor udah lama, berasa gempor tau gak? Kira kira gue udah dorong tuh motor 30 menitan kali ya?"
Cakra memandang ke arah Melvin sebentar "Selama itu?"
Melvin mengangguk semangat "Iya! 5 menit gue dorong, 25 menit gue istirahat!"
Cakra mendengus, bicara dengan Melvin memang bisa membuat tekanan darahnya naik "Lo mending diem deh, gue cape"
"Lah? Kan yang dorong motor gue? Kenapa lo yang cape?"
Cakra hanya mengusap dadanya sabar, berteman dengan Melvin dari jaman ia masih bayi. Membuat mereka sudah paham dengan karakter masing-masing.
Melvin ini, tipe orang yang tak pernah kehabisan topik.
Cakra juga bingung, apa lelaki itu tak cape? Terus terusan menggunakan mulut nya untuk berbicara tanpa henti.
"Lo tuh gak cape apa? Nyerocos mulu"
Melvin membuka minuman yang ia ambil dari jok belakang "Ya namanya juga mulut, kalau gak buat ngomong buat apa lagi?"
"Buat makan" Ucap cakra
Melvin tersenyum misterius "Ada lagi satu.... "
Kerutan di dahi cakra tercetak jelas "Apa?"
"Buat ciuman "
..............
Cia masuk kedalam rumah yang tampak sepi. Kemana aluna? Apa mungkin kakaknya pergi?
Gadis itu kini membereskan ruang tengah yang masih berantakan, cia memunguti beberapa pecahan kaca yang tampak berserakan di lantai.
Setelah semuanya kembali rapih, cia kini berjalan menuju kamar aluna, memastikan kakaknya baik-baik saja, atau memang tidak ada di rumah.
Ternyata kamar aluna di kunci, mungkin kakaknya memang pergi.
Tatapan cia beralih pada ruangan yang bersebelahan dengan kamar kakaknya, yaitu kamar kedua orang tua mereka. Tangannya perlahan membuka knop pintu, melihat sekeliling kamar yang sudah lama tak ia masuki.
Setelah kepergian ayah, aluna tak pernah mengijinkannya lagi untuk masuk kedalam ruangan tersebut.
Cia kini meraba beberapa foto yang terpajang di dinding kamar, ada foto pernikahan orang tua mereka.
Di dinding sebelah kanan ada foto Ayah, aluna kecil dan ibu yang tengah memegang perut yang sudah membuncit.
Perasaan cia kini menghangat melihat foto tersebut, aluna begitu terlihat bahagia, gadis mungil itu berfose dengan mengangkat dua jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIVALICIA
Romansa. . . . . "Hujan dan Senja kini menjadi sesuatu yang berarti setelah saya mengenal kamu" -Cakra Seano davidsion Di bawah guyuran air hujan dan kilatan petir menyambar, kisah ini berakhir dengan pelukan hangat yang mengantar mereka pada keabadia...