14. sabtu, 19 maret

419 56 8
                                    

°
°
°
Umpatan sedari tadi terus Cakra lontarkan, lelaki itu tak henti-hentinya menekan klakson mobil. Karena demi apapun, jalanan saat ini begitu macet.

"Greget banget, anjir! Rasanya pengen gue tabrak aja tuh mobil!"

Tin

Tin

Tin

"Cepetan woy! Bangsat!"

Menyerah, cakra kini menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi kemudi, mau cakra mengumpat sampai mulutnya berbusa sekalipun, tidak akan bisa mengurangi macet.

Cakra melirik ke arah sekitar, sampai matanya terfokus pada benda pipih yang ada di samping kursi kemudi

"Ini kan punya cia.. "

"Ck! Ceroboh banget sih bocah"

Mau tak mau Cakra kini harus putar balik, ya meskipun akan memakan waktu sekitar lima belas menit. Karena jalanan juga sedang macet-macetnya.

Cakra bersenandung, ia membelokkan mobilnya kedalam perumahan tempat cia tinggal

Memarkirkan mobilnya di dekat rumah si gadis, cakra mengetuk pagar rumah sedikit kencang "Permisi.. "

Meski sudah beberapa kali kesini, setidaknya cakra harus punya sopan santun.

Tidak lucu juga jika ia main selonong masuk, terus di sangka maling.

Tidak ada jawaban dari si pemilik rumah

Pagarnya juga tidak di kunci. Cakra membuka pintu pagar, melihat sekeliling rumah yang di hiasi beberapa pot bunga.

Namun telinganya samar-samar mendengar keributan di dalam rumah

Tawa begitu terdengar

"Hahahaha.... Zivalicia"

Cakra mengintip dari jendela rumah, matanya langsung melotot ketika melihat ada seorang wanita yang mungkin seumuran dengan kakaknya tengah mengangkat guci tinggi tinggi

"LO HARUS MATI!"

Cakra segera membuka pintu rumah

"ZIVALICIA!"

Mendorong Aluna dengan sekuat tenaga, hingga guci itu terlempar ke samping kanan si gadis

Prang!

Cia membuka matanya, ia tak merasakan sakit sedikitpun. Dan tadi apa? Ia mendengar suara Cakra

"LO SIAPA HAH?! BERANI BERANI NYA MASUK RUMAH ORANG SEMBARANGAN!"

Lengan Aluna mengepal erat, memandang tajam lelaki yang ada di depannya kini. Sial! Rencananya di batalkan oleh bocah ingusan

Cakra mengabaikan perempuan gila yang terus mengumpatinya

Kini ia berjongkok, menggendong cia ala bridal style

Cakra menggeram marah ketika melihat kondisi gadis nya yang jauh dari kata baik

Lelaki itu mendesis tertahan, menghadap Aluna yang kini tengah menatap tajam dirinya "Anda tidak perlu tau siapa saya. Tapi tindakan anda tadi, jauh dari kata manusiawi. Karena seharusnya seorang kakak harus bisa menjaga adiknya, bukan malah menyiksa. Ingat, penyesalan selalu ada di akhir. Saya permisi" Cakra berujar dengan nada rendah, aura di sekitar begitu mencekam.

Ia benar benar marah saat ini.

Cakra membawa cia keluar dari rumah tersebut. Akh- lebih tepatnya neraka.

ZIVALICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang