°
°
°
Gibran kecil berusia 9 tahun kini terduduk di pojok di kelas, melihat teman teman lainnya yang sedang bermain.Ia hanya terdiam, hanya bisa menyaksikan.
Satu fokusnya kini pada satu lelaki yang seumuran dengannya, dia CAKRA.
Gibran iri dengan kehidupan lelaki tersebut.
Cakra definisi sempurna, cakra mempunyai banyak teman. Tidak seperti dirinya yang selalu di kucilkan.
Satu murid kini mendekat ke arahnya, memandang gibran dengan wajah angkuh "Gibran ayo main.. "
Gibran dengan ragu mendongkak, ia tersenyum kecil "ay-"
"Eh gak mau deh, soalnya kamu anak haram.. Hahahaha"
Tawa begitu menggema, seisi kelas kini tertawa. Gibran semakin menundukan kepalanya.
Wajahnya pun kini sudah tampak memerah, menahan isakan yang akan lolos
"Udah, jangan deket deket anak haram. Kita mainnya sama cakra aja!" Satu murid lagi datang merangkul pundak temannya.
Namun bukannya menjauh, si murid itu malah mendekat ke arah Gibran dan
Bugh!
Gibran meringis, murid tadi menendang tulang keringnya dengan kencang
"Hahaha... gitu aja sakit, dasar cemen!"
"Hahaha... dasar anak haram"
"Anak haram! Anak haram!"
Gibran menutup kedua telinganya rapat, enggan mendengarkan ejekan yang terus mereka Lontarkan.
"Anak haram!"
"An-"
"BERHENTI!"
"KALIAN GAK BOLEH JAHAT! GIBRA JUGA TEMAN KITA"
cakra kecil kini mendekat ke arah gibran, diikuti oleh malvin dan beberapa temannya di belakang.
Cakra memegang kedua bahu gibran yang sudah bergetar "Kamu jangan dengerin mereka ya? Kam-"
Gibran menepis kedua lengan cakra kasar, ia memandang sengit lelaki tersebut. Lantas berlari meninggalkan kelas
Lengan gibran kini mengepal "Menjijikan"
Pemandangan yang ada di depannya kini sungguh menganggu, ia sangat benci melihat tawa cakra yang tak jauh darinya saat ini.
Cakra yang tertawa dengan zivalicia adalah sebuah pemandangan buruk bagi gibran
Gibran mengeraskan rahangnya, nafasnya kini memburu menahan amarah "Lo gak pantes untuk bahagia cakra!"
"Kenapa? Kenapa hidup lo seindah itu?!"
"Dunia ini gak adil! Meskipun lo punya penyakit, tapi lo masih punya kedua orang tua dan sahabat yang sayang tulus sama lo!"
Terdiam beberapa detik, Gibran memandang penuh dendam pada cakra yang sedang memeluk cia "Dan sekarang? Lo bahkan bisa bahagia bersama gadis cacat itu! HIDUP LO TERLALU SEMPURNA CAKRA! LO GAK BERHAK UNTUK MENDAPATKAN SEMUANYA!"
Gibran kini memakai helm full face miliknya, meninggalkan taman dengan emosi yang meluap.
Memajukan kuda besi di kecepatan tinggi, membelah jalanan di siang hari yang begitu terik dengan perasaan penuh dendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIVALICIA
Romance. . . . . "Hujan dan Senja kini menjadi sesuatu yang berarti setelah saya mengenal kamu" -Cakra Seano davidsion Di bawah guyuran air hujan dan kilatan petir menyambar, kisah ini berakhir dengan pelukan hangat yang mengantar mereka pada keabadia...