19. Luka sendirian

408 51 2
                                    

°
°
°
Foto yang menampilkan seorang anak lelaki berumur 10 tahun yang tengah tersenyum begitu ceria dengan menampilkan dua gigi depannya yang ompong.

Mengusap lembut foto yang sedang ia pandang, tak terasa setetes air jatuh pada foto dalam bingkai putih polos.

Bunda menghapus air yang mengalir di pipinya, semakin ia hapus, semakin nakal air mata itu untuk keluar lebih banyak.

Mengingat kejadian semalam membuat hatinya kembali sakit

Tersenyum meski air mata terus mengalir, bunda memandang cakra berusia 10 tahun yang masih tampak menggemaskan dimatanya "Anak Bunda sudah besar ya?"

Di dalam kamar itu hanya ada dirinya, Bunda terus berbicara pada foto yang terus ia pandang. Menerawang pada ingatan beberapa tahun yang lalu "Cakra ingat tidak? Dulu, saat cakra jatuh karena berlari mengejar lucas, cakra menangis. Menangis begitu keras, sampai seisi orang di rumah begitu cemas... "

Bunda tertawa pelan mengingat kejadian 7 tahun yang lalu, di saat cakra yang memang pada dasarnya tidak bisa diam dan Lucas yang sering sekali jahil pada cakra. Mereka berdua dulu seperti tom and Jerry, susah sekali untuk akur.

Pasti setiap hari rumah selalu saja ada tangisan si bungsu, yang menangis karena di jahili abangnya.

Wajah nya kembali menyendu, mengingat kejadian itu hanya kenangan manis yang tak pernah terulang lagi

"Tapi sekarang, cakra sudah jadi pria hebat. Cakra tidak lagi menangis, meminta bunda untuk meniup luka yang ada di kaki cakra... "

".... Sekarang cakra sudah bisa menyembunyikan luka cakra sendiri. Anak bunda begitu hebat"

Bunda memeluk foto cakra dengan isakkan yang memilukan

"Tuhan, jika do'a agar umurku di panjangkan tak bisa kau kabulkan. Maka tolong, jaga orang yang ku sayang saat aku pergi dari dunia ini"

Hatinya begitu sakit, mendengar do'a yang anak nya pinta tadi malam.

Chandra termenung, ia baru pulang dari perjalanan nya setelah satu minggu mengurus pekerjaan yang ada di luar kota.

Namun saat membuka pintu kamar, ia malah menemukan istrinya yang menangis dengan memeluk sebuah foto.

Chandra mendekat, mendekap erat tubuh sang istri yang masih terisak.

Manda memeluk tubuh suaminya dengan isakkan yang terus keluar, ia hanya pelukkan untuk saat ini.

Chandra melepas foto yang masih di dekap istrinya secara perlahan, memandang foto anak bungsunya yang masih berusia 10 tahun.

Chandra membuang pandangan, menahan tangisnya yang akan lolos meski hanya melihat foto cakra yang menampilkan kebahagiaan.

Hatinya begitu sakit, ia merasa ada batu besar yang kini menghantam dadanya kuat.

Berusaha menenangkan istrinya yang masih menangis dengan memeluknya, mengusap punggung manda dengan lembut.

Membisikkan kata kata penenang, ia tak tahu jika keluarga kecil yang selalu di impikan nya dulu akan menjadi seperti ini.

Dulu ayah Chandra selalu bersyukur, ia tak mengidap penyakit yang sama seperti mendiang ibunya.

Tapi kini, Chandra selalu menyesal akan hal itu. Kini, lebih baik ia yang merasakan ada di posisi cakra

ZIVALICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang