°
°
°
Wajah cakra kini tampak begitu datar.Ruangan rawat inap nya sungguh bising, belum lagi aroma rendang begitu tercium.
Infusan kini sudah terlepas, cakra melipat tangannya di depan dada. Melihat tingkah laku absurd sahabatnya.
"Lo udah tadi ya?!"
"Tapi ini giliran gue!"
Raka dan Ian sedari tadi terus memperebutkan satu biji anggur yang tersisa. Sudah seperti bocah kelaparan saja.
Belum lagi gavin yang sibuk memakan rendang yang di bawanya sendiri, kalau kata dia sih Gak papa, sekali kali numpang makan di rumah sakit.
Dan Melvin yang malah asik tidur, mungkin Karena semalaman menemani cakra mengobrol. Bukan mengobrol sih, lebih tepat nya ia berbicara sendiri. Cakra hanya mengangguk dan menggeleng.
Ibu dan Lucas sedang pamit untuk pulang. Mereka akan kembali nanti siang.
"Pusing banget punya temen gak ada otak semua" Gavin menoleh dengan mulut yang mengembung, lelaki itu menunjuk ke arah pojok kanan "Dari pada si Nathan, gak punya mulut"
Nathan yang sedang asik memainkan ponselnya, kini ia sedikit mendongak menatap Gavin yang hanya menunjukkan cengiran bodoh.
Cakra berdiri, sudah tak sabar ingin menemui cia.
"Mau kemana lo?" Tanya Nathan yang sedari tadi hanya diam.
Cakra terdiam di ambang pintu "Nemuin jodoh"
Raka dan Ian yang sedari tadi berisik kini terdiam. Kunyahan Gavin terhenti. Begitu pintu tertutup, mereka menatap tak percaya pada cakra
"ANJING"
............
Cakra menatap pintu yang hanya terhalang oleh beberapa ruangan tempat nya di rawat.
Ia bimbang untuk menemui cia.
Menarik nafas dalam, lalu menghembuskan nya secara kasar. Cakra membuka pintu dengan perlahan.
Cia yang kini sedang asik memandang keluar jendela "Jangan ngelamun"
Cia menoleh, gadis itu kini tersenyum kecil ke arah cakra yang sedang berjalan ke arahnya. Namun senyum cia mendadak luntur "Cakra, kamu sedang sakit?"
Langkah cakra terhenti, ia merutuki kebodohannya sendiri karena masih memakai baju rumah sakit "eumm... i-itu ci, aku.. eumm.. Ke-kehujanan! Iya kehujanan!"
Cakra kini tertawa canggung untuk menutupi kegugupan nya. Ia tak mungkin memberi tahu pada cia kalau dirinya adalah orang yang penyakitan.
"Tapi di luar tidak hujan"
Cakra mendudukan dirinya di kursi samping ranjang, menggenggam tangan cia "Tadi di jalan deket rumah gue hujannya, jadi basah deh"
Meski lumayan tak masuk akal, cia hanya mengangguk mengiyakan. Namun hatinya masih ragu.
Saat tatapan mereka bertemu, cia bisa melihat kegelisahan yang cakra simpan.
"Kak Lucas di mana?"
Cakra melepaskan genggamannya. Bibir lelaki itu kini mengerucut sebal "Jangan bahas laki-laki lain kalau lagi sama gue"
Dahi cia mengerut "kenapa?"
Cakra menghembuskan nafasnya kasar, lelaki itu mengambil satu buah apel dan memakannya rakus "Gak tau. Pikir aja sendiri" Ketusnya.
Cia tersenyum kecil, lengannya kini mengusap rambut cakra lembut "Cakra cemburu nya lucu. Cia suka"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIVALICIA
Romance. . . . . "Hujan dan Senja kini menjadi sesuatu yang berarti setelah saya mengenal kamu" -Cakra Seano davidsion Di bawah guyuran air hujan dan kilatan petir menyambar, kisah ini berakhir dengan pelukan hangat yang mengantar mereka pada keabadia...