TUJUH BELAS

1.2K 81 5
                                    

                                           •
                                           •
                                           •

      Part ini bakal panjang banget deh><

Setelah Shalat isya, Nadzira tidak langsung pulang ke kamarnya. Nadzira duduk dipinggir teras mushola mengingat momen bersama kakaknya.

Entah kenapa setiap kali Nadzira melamun dan mengingat momen dirinya bersama kakaknya, memori kejadian buruk yang menimpa kakaknya, terputar kembali dipikirannya. Dan rasa penasaran terhadap cowok itu semakin terputar terus dipikirannya.

                                          •••••

( BEBERAPA TAHUN LALU )

"God morning Bunda, Ayah" sapa Nadzira pada kedua orang tuanya yang ingin berangkat kesekolah, Nadzira masih duduk di bangku SMA kelas 1.

"God morning, sayang" Jawab bunda  seraya mengoleskan selai ke roti Ayah.

"Kak Metta mana bun?" Tanya Nadzira.

"Belum keluar kakak kamu" Jawab Ayah.

"Yaudah aku panggil kak Metta dulu ya, yah" Ujar Nadzira berniat ingin memanggil kakaknya.

Metta putri Rinjani, itulah namanya. Anak sulung Arum dan Nino. Metta sudah memasuki jenjang perkuliahan, mengambil jurusan kedokteran. Tubuhnya yang tinggi dan warna kulit yang putih, memiliki wajah yang tak kalah cantik dengan Nadzira. Sifatnya yang soft, baik hati dan pintar, membuat seluruh laki² di kampusnya berebut ingin menjadi pacarnya, namun metta tidak tertarik sama sekali dengan namanya pacaran. Hanya satu laki² yg berhasil mengambil hatinya, tapi tidak sekampus dengannya.

Ayahnya ingin memberi tahu Nadzira kalau kakaknya ada dibelakang, namun dilarang oleh Metta. Kakaknya itu berniat untuk mengagetkan Adiknya itu.

Metta menghitung pelan untuk mengagetkan Adiknya dan berjalan mengendap-endap. Dan, satu, dua, tiga

Duarrrr......

"Allahuakbar" kaget Nadzira.

Kakaknya tertawa renyah, akhirnya dia berhasil mengagetkan Adiknya. Dan duduk disamping Nadzira.

"Kaget ya" Ejek Metta.

Nadzira memukul pelan lengan kakaknya.
"Ihhh, kak Metta ngagetin aja. Jail banget sih jadi kakak" Beo Nadzira.

"Biar".

Bunda dan Ayahnya hanya tertawa melihat kelakuan Metta dan Nadzira.
Mereka itu selalu memberi warna dalam kehidupan Arum, dan Nino. Kalau saja tidak ada mereka, mungkin rumah ini akan sepi.

"Udah udah, ayo sarapan" Ajak bunda, yang sudah selesai mengoles Selai. Dan duduk ketempat duduknya.

"Iyaa bunda" Jawab Metta.

Disela sela Mereka sarapan, Metta merasakan mual. Dan ingin memuntahkan makanannya. Tentu hal itu membuat Bunda, Ayah, dan Nadzira melirik pada Nara.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Bunda khawatir.

Metta tidak menjawabnya, dia semakin merasakan mual, dan berlari kearah kamar mandi dengan menutup mulutnya.

Didalam wastafel Metta memuntahkan makanannya. Metta  membuka keran air untuk membersihkan muntahnya dan mulutnya. Sedetik setelah itu Metta merasakan mual kembali.

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang