•
•
•Setelah berjalan tak cukup jauh, kini mereka sampai di tempat mangkal pedagang Bakso yang Salwa bilang. Tempatnya cukup ramai, di pinggir jalan dekat aspal. Cocok sekali makan disini sembari melihat lampu kota dan lalu lalang Manusia dengan berbagai ekspresi. Banyak sekali orang duduk di pinggir aspal dengan beralasan tikar bambu menikmati indahnya lampu kota malam ini.
Ini Alasan Salwa memilih untuk sekolah di Bandung, selain tempatnya yang indah Salwa pun bisa melihat lampu kota di sini dengan udara yang sejuk. Bandung pun mempunyai daya tarik nya tersendiri.
Kalo kata bang Tio sih Siapa tau abang bisa memiliki kisah indah seperti Dilan&Milea disini. Tapi dengan ending yang bahagia. Hahaha Bang Tio ini memang ada-ada saja, memangnya kita bisa bernegosiasi Ingin bertemu dengan seseorang di tempat mana.
"Mang Amin, Baksonya tiga ya"
"Teman kamu"
"Oh, iya lupa. Empat deh Mang"
"Oh, gak usah kak. Lagian aku juga mau pergi kok, bentar lagi abang aku jemput, Salwa aku duluan ya Abang aku nungguin di taman kota," Kata Resa dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Oh yaudah, Hati-hati Re. Kalo gitu Tiga aja Mang"
Seakan Lupa karena terlalu excited atau karena cacing di perutnya meronta-ronta ingin segera makan. Salwa pun lupa menanyakan terlebih dahulu apakah masih ada atau sudah habis.
"Aduh, neng Salwa mah. Kurang tadi, baso na tos seep (abis)"
"Yahhh, naha atuh di seepkeun Mang," Salwa Kecewa, padahal cacingnya sudah meronta-ronta ingin memakan Bakso malam ini.
"Enya kan aya anu meser, piraku aya nu meser ku Mang Amin di tolak. Kalo neng Salwa nya gak beli gimana?" Ucap Mang Amin. Ya, interaksi mereka memang sangat akrab, pasalnya Salwa dulu ingin makan tetapi Uang saku sekolahnya Habis, Salwa terpaksa meminta Bakso pada Mang Amin dengan bayaran ia mencuci semua Mangkuk kotor. Dan pada saat itu mereka jadi Akrab, terlebih Salwa yang Mudah bersosialisasi dan Mang Amin yang Baik hati.
"Iya juga sih"
"Lain kali aja ya neng Salwa kesini laginya, nanti Mang Amin sisain deh buat neng Salwa. Mending sekarang mah neng Salwa beli dulu siomay atau ga sate. Mang Amin juga udah tadi beli sate, enak loh"
Salwa menghela napas. "Yaudah deh"
Salwa melirik. "Baksonya habis kak, padahal aku mau kak Nadzira cobain baksonya mang Amin," Katanya dengan wajah sedih.
"Nggak apa-apa, lain kali kan bisa"
Salwa berpikir. "Eumm... gimana kalau gantinya kita makan sate kak, biar ngobrolnya juga enak," Usulnya.
"Terserah kamu deh wawa"
"Dih! Aku gak nanya abang kok. Wleee."
Nadzira hanya tertawa melihat kaka beradik ini.
•••••
Kini mereka berada di warung sate, tempatnya pun tak beda jauh dengan tadi sama-sama di pinggir jalan.
"Abang tumben ke Bandung ada apa?" tanya Salwa dengan mulut penuh mengunyah makanan.
"Abang ngisi kajian disini"
Salwa mengangguk. YA, kakaknya memang sering menjadi pengisi kajian, bahkan menjadi idaman teman-teman sekolahnya. berbalik dengan Abangnya satu lagi, Tio. Abangnya itu pemalas, ngeselin lagi. Mimpinya sih ingin menjadi kaya raya pengusaha sukses. Tapi hobinya rebahan, sering bolos kuliah padahal baru semester satu. Gimana mau terealisasikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta berawal dari pesantren
Fiksi RemajaBagaimana Rasanya dijodohkan dengan santri mantan bad boy. Yang sebenarnya Nadzira sendiri suka pada cowok itu, tapi tidak ingin mengungkapkannya. Jika dia tau, apakah dia menerimanya?. Skuyylah mampir. {{ Follow dulu sebelum baca ^ ◡ ^ }} Farhan Na...