DUA PULUH DUA

1.1K 72 4
                                    

                                            •
                                            •
                                            •

Nadzira sudah kembali kedalam kamarnya dengan hati lega. Dirinya sekarang cukup tenang, akhirnya masalah Metta terungkap.

Semoga dengan terungkapnya ini, Metta bisa tenang disana.

"Ra Lo gak kenapa-napa kan?" tanya putri.

Nadzira hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Sumpah gue khawatir banget saat gue udah balik lagi ngambil telur, lo gak ada disana" ucap via.

"Kalian bertiga tenang aja, gue gak kenapa-napa kok".

"Heh ra, tik. Lo tau gak, saat kita udah balik lagi ngambil telur dipasar, ngeliat lo gak ada disana. Gue ngakak sama mukanya via" putri menjeda ceritanya, karena dirinya tidak tahan menahan tawa  kalau inget kejadian itu.

"Heh, heh gak usah diceritain, itu privat" via memasukkan selimut kedalam mulutnya putri, agar dirinya tidak ember.

Nadzira dan Tika hanya terkekeh melihat mereka.

"Gue tidur duluan ya, gue cape, badan gue pegel-pegel semua" ucap Nadzira, dirinya langsung mencari tempat ternyaman untuk dirinya tertidur.

"Eh ra, gue mau nanya sama l-" baru saja Tika ingin menanyakan sesuatu pada Nadzira, dia sudah tertidur dengan pulas."Lo. Ni anak kalo udah nempel sama bantal, udah, pasti langsung kebo".

                                       •••••

Pagi ini Nadzira sudah meminta izin pada pak kiai untuk menemui Revan dikantor polisi.

Waktu itu, setelah Nadzira menceritakan kejadian hari itu pada ayah bundanya. Ayahnya tidak tinggal diam, dirinya langsung mencari-cari Revan dengan polisi. Hari itu, Revan seperti buronan yang ketahuan memakai obat-obatan yang terlarang. dirinya menjadi inceran para polisi.

Namun, mau lari kemanapun revan, Nino tetap akan mencarinya. Mau sampe keujung pelanet sekalipun.

Nadzira kini tengah duduk menunggu Revan, ia duduk dengan santainya, akhirnya ia bisa membalas dendamnya kepada Revan.

Nadzira menatap Revan prihatin saat ia digiring oleh seorang petugas.

Revan menatap Nadzira tajam, matanya sangat amat menyorotkan kemarahan, sayang tangannya diborgol. Kalau tidak, mungkin saja ia akan mencolok mata kecoklatan milik Nadzira yang tengah meremehkannya.

"Bajunya bagus banget van, beli dimana tuh?" tanya Nadzira, mengejek.

Revan menggeram marah, pasalnya dirinya tengah memakai pakaian khusus tahanan.

"Mau apa lo kesini!?".

Nadzira tertawa mendengar pertanyaan revan. Bukankah revan mencintainya?, lantas kenapa sangat kasar?.

"Gue tersinggung loh, jangan bentak-bentak dong, gue kan jadi takut" jawab Nadzira berpura-pura sedih.

Nadzira meletakkan kedua tangannya dipipi, ia menatap Revan dengan wajah polosnya itu.

"Sebenarnya gue tu kasian sama lo, lo itu kurang perhitungan, kalau mau lawan gue seharusnya lo rencanain dulu dengan baik. Coba aja lo gak ngelakuin itu, mungkin lo gak bakal berakhir jadi tahanan. Itu sama aja nyerahin diri Lo sendiri".

Rahang Revan mulai mengeras menahan amarah."Liat aja, gue bakal buat perhitungan sama lo" tandas Revan,  dengan sorot mata penuh kebencian, bukan lagi penuh dengan cinta.

Nadzira memicingkan matanya, dengan santai ia menyenderkan tubuhnya kekursi, dengan tangan bersedekap didepan dada.

"Coba aja kalo bisa, gue gak pernah takut sama cowok mental bayi kayak Lo" ujar Nadzira, tenang.

"Oh, ya?".

Mereka saling bertatap tajam dalam diam. Sorot marah dan sorot kebencian tertera jelas dikeduanya.

Waktu yang diberikan petugas sudah habis, Revan akan dibawa kembali kedalam sel. Nadzira dengan segera mengambil alat jebakan kecoa didalam sakunya, disimpannya alat itu di tangan Revan dengan hati-hati, agar tidak diketahui oleh petugas.

"Siapa tau lo butuh alat ini untuk menjebak kecoa didalam sel, gue cuma kasian aja sama lo" bisik Nadzira, tepat ditelinga Revan, dengan senyum smriknya.

"Nadzira, sialan!!" teriak Revan, saat dirinya digiring kembali oleh petugas.

Nadzira dengan santai melambaikan tangannya, tawanya seketika pecah melihat Revan tersiksa.

Nadzira menghampiri bunda ayahnya, seketika ia memeluk bunda ayahnya, sekarang hatinya sudah sangat lega, tidak ada lagi rasa penasaran dalam dirinya. Sekarang Revan sudah mendapat balasan atas perbuatannya. Ia harap, sekarang kakaknya sudah tenang disana. Laki-laki itu sudah mendapat balasan yang setara apa yang dirasa Metta waktu itu.

Sudah puas kah?

Jangan lupa tinggalkan jejak🌟💬

💅💐

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang