TIGA PULUH TUJUH

1.1K 69 5
                                    

                                   •
                                   •
                                   •

"Yaudah yuk kita ke mobil lagi" Ajak farhan dan mendapati anggukan dari Nadzira.

Farhanpun kembali menjalankan mobilnya, agar segera sampai ke rumah yang akan ia tempati bersama Nadzira.

"Mereka kasian ya han, wulan sama alan harus kerja keras dulu buat, mereka bisa beli makan" Ucap Nadzira secara spontan, yang tadinya ia canggung ingin berbicara, entah keberanian dari mana dia bisa dengan spontan mengeluarkan kalimat itu.

"Tapi kadang...., gue suka liat kebanyakan orang yang kurang bersyukur. Mereka tidak bisa menghargai setiap rizky yang Allah Kasih buat mereka. Padahal diluaran sana masih banyak orang yang tidak bisa makan, karena ekonomi mereka yang sulit," Lanjut Nadzira membayangkan bagaimana nasib anak-anak, orang tua diluaran sana yang tidak bisa makan.

Farhan tersenyum simpul."itulah manusia. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang Allah kasih untuk mereka. Malahan Sering kali mereka habiskan untuk hal yang tidak penting," Jawab farhan dengan mata terus terpokus pada jalanan.

Setelah farhan membalas pertanyaan-Nya, Nadzira baru tersadar tadi dirinya berbicara 'gue' pada suaminya.

"Duh Nadzira, Nadzira. Lo kok bisa sih tadi bilang gue sama farhan. Ah jadi malu gue" ujar Nadzira menggerutu Dalam batin-Nya, Nadzira pun merasa malu sendiri. Tadinya ia ingin menanyakan apa masih jauh mereka sampe kerumah. Tapi ia tidak jadi karna ia malu.

Farhan pun yang merasa ada yang aneh pada perempuan-Nya, memilih untuk melirik,"kok diem, kenapa?" Tanya farhan.

Nadzira jadi gelagapan sendiri, apa sikapnya menunjukkan ia malu?.
"e - e - enggak kok, enggak kenapa-napa".

Selang beberapa puluh menit perjalanan farhan pun sampai pada rumah yang ia tuju.

Nadzira turun dari mobilnya, dengan farhan yang menurunkan barang yang ada dibagasi mobil.

Nadzira menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Nadzira menatap sekeliling rumah itu. Rumah yang sederhana tapi berkesan elegant.

Rumah ini farhan sengaja bangun sendiri untuk ia tempati bersama istrinya nanti, farhan pun sengaja membangun rumah dengan model yang sederhana tidak terlalu megah. Karena sekarang istrinya Adalah Nadzira, farhan dan Nadzira akan tinggal
dirumah itu.

Farhan berjalan duluan untuk memasuki rumah mereka, Nadzira mengikuti langkah farhan.

Baru saja memasuki ruang tengah, Nadzira menatap kagum dekorasi rumah yang farhan pilih. Dari luar nampak biasa saja, tapi setelah memasuki rumahnya, ini sangat terlihat perpect.

"Ini lo yang pilih?" Tanya Nadzira, tapi lagi-lagi Nadzira salah ngomong.

"Bukan. Pedagang kaki lima yang pilih" Jawab farhan bergurau, farhan sengaja menjawab itu, ia ingin melihat Nadzira mengomel lagi pada dirinya seperti Nadzira mengomel saat di pesantren

Nadzira yang tadinya berharap farhan tidak menjawab pertanyaan-Nya dan ingin mengalihkan-Nya pada yang lain. Farhan Malah membuat perkara pada dirinya.

Nadzira memutarkan bola matanya kesal."Gak lucu," Ketus Nadzira dan berjalan untuk menaiki anak tangga, daripada ia tetap disana, bisa-bisa ia mempunyai riwayat darah tinggi seperti bundanya.

"Kan emang aku gak lagi ngelucu," Jawab Farhan tak mau kalah dari istrinya, dengan senyuman yang merekah dibibirnya.

"Kamu mau kemana, emang tau kamarnya dimana?," Teriak Farhan pada Nadzira, tapi ia tidak menghiraukan itu.

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang