TIGA PULUH ENAM

1.1K 66 1
                                    

                                      •
                                      •
                                      •

Farhan membantu Nadzira untuk membawa kopernya kedalam begasi Mobil.

Sebenarnya Nadzira tidak ingin farhan membawa kopernya, karena ia merasa masih canggung. Ya walau farhan sudah menjadi suaminya.

Bunda keluar dari rumah dan memeluk hangat tubuh mungil Nadzira. Mama dan Papa Farhan sebenernya ingin ikut mengantar Nadzira dan Farhan. Namun, karena ada urusan acara penting, mereka tidak jadi untuk mengantarnya. Jadi Mama dan papa hanya menitipkan pesan.

Nadzira pun balik memeluk Erat bundanya. Ia menangis didalam dekapan hangat ibunya. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin menangis, Karena akan pisah dengan bunda dan ayahnya.

Nino mengusap lembut puncak kepala Nadzira yang dibaluti hijab, lalu menatap Farhan. "Jagain Nadzira ya, kalau dia keras kepala atau berbuat aneh-aneh kamu ceramahin dia aja," ucap Nino.

"Dan kamu Nadzira, kamu harus nurut sama suamimu. Karena sekarang surgamu ada pada suami-mu, jangan keras kepala" Pesan Ayah pada Nadzira.

Mendengar itu seluruh tubuh Nadzira merasa kaku. Ia menatap sekilas pada farhan.

Farhan mengangguk mantap. Tapi tanpa Ayahnya bilang, farhan sudah pasti akan menjaga Nadzira dengan segenap jiwanya dan membimbing Nadzira menjadi lebih baik lagi, itu sudah menjadi tugasnya.

Melihat kayakinan Farhan, membuat perasaan Nino tenang. Ia harap Farhan adalah pilihan yang tepat untuk putrinya.

"Udah jangan nangis, jelek tau kalau anak bunda nangis," goda bunda, lalu mengusap air mata putrinya.

"Bunda Jaga diri baik-baik ya, jangan sampe Kumat lagi darah tingginya. Nanti aku khawatir," ucap Nadzira dengan sedikit nada lirih.

"Iya, kamu kayak mau pindah ke planet lain aja. Kalau kamu kangen kan bisa kesini atau bahkan bisa telpon bunda" Ujar Bundanya.

Farhan sudah tidak aneh lagi dengan sikap manja Nadzira pada Bundanya, Karena saat dipesantren ia melihat Nadzira sangat manja jika didekat Bundanya. Tapi ia memaklumi itu, anak perempuan yang dari kecil bersama ibunya dan sekarang ia akan dibawa oleh suaminya untuk ikut dengannya, memang tidak semudah itu untuk jauh dari seorang ibu.

Setelah acara pamitan selesai, sekarang saatnya Nadzira dan Farhan berangkat. Farhan mencium punggung tangan Bunda dan Ayah, yang sekarang akan menjadi Bunda dan Ayahnya.

"Bunda, Farhan izin bawa Nadzira, ya. Insyaallah Farhan akan jaga Nadzira dengan baik," ucapnya.

Arum tersenyum mengangguk, mengusap air matanya. Ia sudah menyakinkan dirinya kepada Farhan agar menjaga Nadzira.

Kini Nadzira dan Farhan memasuki mobil dan melambaikan tangan kearah Ayah dan Bunda. Setelah merasa sudah jauh, Nadzira menutup Kembali kaca mobilnya.

Didalam mobil mereka berdua hanya berdiam saja tidak ada yang bersuara satu sama lain, hanya suara kendaraan diluar sana yang terdengar.

Nadzira sesekali melirik pada farhan begitu pun sebaliknya. Farhan memberhentikan mobilnya karena didepan terdapat lampu merah.

farhan sendiri pun bingung igin mulai dari mana. Semua kendaraan mulai berjalan kembali, itu tandanya lampu hijau sudah menyala.

Baru saja beberapa menit farhan menjalankan mobilnya, Nadzira melihat ada anak kecil yang sedang terduduk lemas dipinggiran jalan. Merasa tak tega Nadzira meminta farhan untuk meminggirkan mobilnya.

"Ehh han berhenti dulu dong disana, mobilnya kepinggirin dulu" Ujar Nadzira. Farhan pun hanya nurut saja pada Nadzira. Sebenarnya ia pun tidak tahu ingin apa Nadzira menyuruhnya berhenti.

Tidak lama-lama Nadzira keluar dari mobil dan menghampiri dua anak kecil itu.

"Perut aku sakit kak, aku mau makan" Lirih seorang anak lelaki berumuran 4 tahun, sembari memegangi perutnya.

"Sabar ya, tissu kakak belum ada yang beli" Jawab kakak perempuannya yang bernama Wulan.

"Haii..., kalian jualan apa" Sapa Nadzira ramah, seraya menunduk sedikit untuk menyetarakan tingginya. Tidak lama farhan datang menghampiri Nadzira.

"Kamu kenapa?" Tanya Nadzira pada anak lelaki itu. Sembari mengelus lembut rambut milik anak lelaki itu.

"Aku laper kaa... " Jawab anak lelaki itu dengan lirih.

Farhan menyetarakan tingginya dengan kedua kakak beradik itu. "Udah berapa hari kalian gak makan? " Tanya farhan dengan lembut.

"5 hari kak, aku jualan tissu dari pagi sampe malam belum ada yang beli juga. Jadi aku sama kalan 5 hari ini gak makan" Jawab Wulan.

Farhan merogoh saku celananya untuk mengambil dompet. Ia mengeluarkan uang 200rb untuk ia kasih pada Wulan.

"Kakak punya uang sedikit buat Wulan sama kalan beli makan" Ucap Farhan dan menyodorkan uang dua lembar berwarna merah.

"Enggak usah kak. Kata Mama sama bapak dulu, kalo kalian masih kuat buat cari uang, jangan sampe kalian buat ngemis" Ucap Wulan, ia tidak mau mengambil uang itu kalau bukan dasar menjual barang jualannya, karna ia sudah berjanji pada Mama-Nya.

Farhan dan Nadzira seketika tercengang mendengar itu. Baru kali ini Nadzira dan farhan mendengar ada anak kecil menolak uang yang orang lain kasih. Karna kedua orang tuanya melarang.

Farhan tersenyum haru. "Yaudah kalo gitu kamu anggap ini sebagai sedekah kakak buat Wulan sama alan".

"Iya Wulan anggap aja ini sebagai sedekah kita buat kalian, Wulan ambil ya kasian alan-Nya udah kelaperan 5hari gak makan" Sahut Nadzira.

Wulan melirik pada adiknya, ia tidak ingin adik Satu-satunya harus sakit karna gak makan. Wulan pun akhirnya mengangguk dan mengambil uang itu.

"Makasih kak" Ucap Wulan

"Iya makasih kakak cantik kakak ganteng" Sahut Alan.

Farhan dan Nadzira pun tertawa mendengar itu, ada-ada saja perkataan alan.

"Kita beli makan yu, kita beli ayam goreng" Seru Wulan pada adiknya. Alan pun mengangguk antusias, lalu pergi dari sana untuk membeli makan.

"Yaudah yuk kita ke mobil lagi" Ajak farhan dan mendapati anggukan dari Nadzira.

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang