EMPAT PULUH TIGA

930 57 1
                                    

                                      •
                                      •
                                      •

Mereka berjalan sekitar 20 menit dari kantor ke masjid. Di perjalanan mereka berdua saling bertukar cerita dan tak lupa melempar candaan agar tidak terlalu Hening. Hingga tak terasa mereka telah tiba di masjid.

"Sehat pak Nino?" Sapa kakek dirman. Umur beliau sudah cukup tua, tapi beliau ini masih kelihatan sangat sehat. setelah suara adzan berkumandang, kakek ini tidak pernah telat untuk datang ke masjid. Alasannya, saya ingin mendapatkan mushaf paling depan. Dan saya juga ingin berdzikir sebentar sebelum adzan berkumandang.

"Alhamdulillah kek,"

"Kalo begitu kakek duluan," Kakek dirman pergi terlebih dahulu kedalam masjid setelah mendengar ikomah.

Farhan dan Nino melepaskan kaos kakinya dan pergi ke dalam untuk mengambil wudhu.

Setelah selesai mengambil air wudhu, farhan merapihkan bajunya kembali. Farhan berdiri di mushaf pertama disebelah Ayah.

Rupanya yang sering menjadi imam disini tak datang, dan membuat shalat hari ini tak ada yang menjadi imam.

"Farhan ayo jadi imam nak," Ucap Ayah

Farhan mengiyakan untuk menjadi imam shalat Dzuhur hari ini. Ia langsung menempati sajadahnya di paling depan.

Usai menunaikan salat Dzuhur, farhan duduk sebentar untuk berdzikir dan berdoa.

"Itu mantunya pak?," Tanya kakek dirman.

"Iya kek, itu mantu saya,"

"Mas yaa Allah, mantunya pak Nino sangat Sholeh, sopan, dan baik hati," Puji Kakek dirman, matanya mengarah pada farhan yang sedang mengajarkan satu anak laki-laki mengaji.

Memang di masjid ini sering ada anak yang mengaji, tapi mereka tidak pernah mendapatkan guru mengaji yang tetap. Sehingga membuat anak anak sering kali mengaji sendiri.

"Kamu sering mengaji disini?," Tanya farhan pada anak laki-laki berumur enam tahun dan anak perempuan berumur 4 tahun.

"Iya kak," Jawab anak laki-laki itu.

"Siapa yang mengajar?"

Anak laki-laki itu menunduk sedih dan menggelengkan kepalanya.

"Disini tidak ada guru ngaji tetap nak Farhan," Sahut kakek dirman, kakek dirman duduk disebelah anak laki-laki itu dan Nino duduk dekat farhan.

"Kami juga sering mencari cari guru ngaji untuk menjadi guru ngaji tetap disini. Namun, saat kami mendapatkannya. Beliau mengundurkan diri dengan alasan akan mengajar ditempat lain,"

"Jika kakek mengijinkan, apakah boleh saya mengajar ngaji disini," Tawar farhan. Ia sungguh ingin mengajarkan ngaji pada anak-anak usia dini. Dengan Alasan, jika tidak ada terus yang menjadi guru ngaji tetap disini, anak anak yang tadinya semangat untuk mengaji, menjadi malas. Dan akan terkalahkan oleh gadget.

"Boleh, boleh. Boleh sekali nak farhan," Jawab Kakek dirman antusias, dirinya malah senang sekali jika ada orang yang langsung menawarkan dirinya untuk mengajar ngaji. Ia tidak akan metolak itu mentah mentah.

"Tapi bagaimana dengan pekerjaan nak farhan,"

"Tenang aja kek, saya bakal ngajar ngaji disini setelah Maghrib. Saya bakal selesaikan pekerjaan saya sebelum Maghrib tiba," Farhan melirik pada Nino."Bolehkan Ayah jika Farhan pulang kantor sebelum Adzan Maghrib,"

"Boleh. Masa Ayah ngelarang kamu buat mengajarkan anak mengaji,"

"Yeayyy. Ada guru ngaji, lagi disini. Ganteng lagi kakaknya," Ucap anak perempuan, ia mengangkatkan tangannya pada Udara, senang.

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang