LIMA PULUH

600 31 5
                                    

                                    •
                                    •
                                    •

Pagi ini cuaca sangat cerah, suara burung berkicau sangat merdu. Nadzira sibuk menyiapkan sarapan. Tak banyak sih yang ia masak, hanya memasak Ayam kecap dan sayur.

Setelah siap, Nadzira memanggil farhan diatas.

"Kak, makanannya udah jadi. Ayo makan" Nadzira menyembulkan kepalanya dari luar pintu.

Farhan segera merapihkan mejanya dan menyusul Nadzira keruang makan. Disana sudah tertata rapi piring dan sendok. Farhan hanya tinggal duduk manis, karena Nadzira yang mempersiapkannya.

Farhan menyuapkan satu sendok kedalam mulutnya."Enak."

"Iyalah, kan aku yang masak"

"Kamu gak ke kantor?" Tanya Nadzira masih dengan mulut penuh dengan nasi.

"Hari ini aku libur dulu, gak ada kerjaan juga"

"Hari ini aku mau ke kampus, buat daptar ulang"

"Udah keterima?"

"Alhamdulillah, aku lupa gak bilang sama kamu, maaf"

"Gak apa-apa. Yaudah aku temenin"

Setelah itu tak ada yang bersuara, Hening. hanya terdengar suara besi yang beradu dengan piring.

"Piringnya aku aja yang beresin"
Farhan meraih piring kotor yang hendak Nadzira angkat.

"Waktu itu kan kamu, sekarang aku aja"

Farhan menghela napas sebelum akhirnya mengalah. "Yaudah, nanti bajunya aku aja yang jemur"

Nadzira memperhatikan farhan memasukkan baju yang sudah dikeringkan kedalam keranjang. Lelaki itu membawa keluar dan menjamurnya.
Walaupun matahari belum terlalu sempurna menampakkan dirinya. Dari jendela bening yang tembus pandang. Nadzira melihat farhan tanpa malu menjemur baju. Tanpa menghiraukan tatapan tetangga komplek.

Setelah Nadzira beres membersihkan piring, ia berjalan keluar berniat ingin membantu farhan. tapi niatnya dihentikan olehnya. Katanya 'nanti kamu capek, sedikit lagi juga selesai kok'.

Yasudah mau gimana, Nadzira hanya memperhatikan farhan dengan tersenyum kagum. Tak lama, farhan sudah menyelesaikan perkerjaannya. Dan berjalan menghampiri Nadzira.

"Kamu gak malu diliatin tetangga komplek?" Kata Nadzira.

"Perkerjaan rumah itu tanggung jawab kita. Bukan cuman istri. Aku juga bertanggung jawab atas itu. Kenapa harus malu"

Nadzira tersenyum.

"Yaudah yu, katanya mau ke kampus" Ajak farhan. Mereka berdua berjalan  masuk kedalam.

"Kamu dulu ganti baju" Titah farhan, karena dirinya tahu. Nadzira kalau ganti baju pasti lama. Ciri khas perempuan pasti gitu. Entah lama memilih baju, sepatu, sandal, atau bahkan mencari model kerudung yang cocok. Tapi tak semua perempuan seperti itu sih, hanya sebagian. Hayo kalian ngaku, pasti gitu kan?

Setelah keduanya rapi, mereka berjalan keluar dan tak lupa mengunci rumah. Hari ini mereka akan pergi menggunakan mobil.

                                        •••••

Tak lama mereka sampai, farhan tidak akan ikut ia lebih baik menunggu di dalam mobil.

Setelah urusan kuliah selesai. Nadzira tak kemana-mana lagi. Ia akan langsung menemui farhan. Nadzira berjalan sendiri di Koridor kampus yang ramai. Karena mungkin, ada banyak orang yang mengambil kuliah pagi atau orang yang mempunyai kelas pagi.

Nadzira mempercepat langkah kakinya, hingga tak sengaja ada orang yang menabrak dirinya. Seseorang yang sedang asyik bergurau.

"Eh maaf, maaf" Ucap seorang perempuan.

"Nadzira?" Tanya seseorang dengan suara lantang. Ya benar, dia Caca. Sahabat Nadzira saat SMA. Terakhir bertemu mungkin satu tahun silam. Itupun sebelum Nadzira menikah.

Cepat sekali otak Nadzira berpilin. Berputar. Mengingat ribuan data dikepalanya yang lama tersimpan. Dengan kecepatan tinggi ingatan itu kembali. K-e-i-s-y-a? Ya, yang kerap kali disebut caca.

Lihatlah, Caca sekarang. Yang tadinya anak tomboi, selalu memakai celana dan topi. Sekarang berubah menjadi perempuan berstyle muslimah.

Kalian masih ingatkan dengan Hana? Anak yang rada-rada tulalit. Sangat sulit untuk diajak ngobrol nyambung. Selalu saja salah sambung. Tapi kita jangan lihat dari sisi minusnya saja. Hana pun mempunyai kelebihan. Mau tau kelebihan yang Hana punya?. Baik, misalnya ia menguasai berbagai ilmu bahasa. Seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Afganistan dan tan-tan lainnya. Hanya satu yang belum ia kuasai. BAHASA ARAB. Menurutnya bahasa Arab sangat sulit untuk dirinya pelajari. Ketimbang Rumus Kimia Bu El. Saat SMA.

Hana itu memang pintar. Tapi kepintaran-nya tertutup oleh rasa MALAS.

"Nadzira, Han! Nadzira! Masa lo lupa?"

Hana mencoba mengingat. Butuh waktu lama untuk Hana mengingat. Ah, iya! Nadzira teman SMA-nya. Teman sekelas. Nadzira yang mendadak berhenti sekolah saat kelas sebelas karena harus pesantren di paksa orang tuanya.

"Nadzira! Aduh... Gue kangen banget sama lo!" Hana tertawa. Menyeka matanya yang berkaca-kaca.

"Gue juga kangen, Han! Kangen kalian berdua" Nadzira tertawa kecil. Memeluk Hana dan Caca.

"Lo mau kuliah di sini juga?" Tanya Caca. Nadzira mengangguk. Sedangkan Hana histeris. Memegang pundak Nadzira dengan kedua tangannya. Menghadap dirinya.

"Gak bercanda kan?" Nadzira menepis tangan Hana yang berada di pundaknya. "Ngapain juga gue bercanda" Nadzira sebal.

"Yaaa, bisa aja kan?" Hana bandel.

"Gimana Kalo mau ngobrolnya enak jangan disini, kita ke cafe. Yang Deket kampus aja. Kebetulan baru diresmikan. Sekalian nyobain kopi-nya. Gimana, mau?" Ajak Caca.

"Traktir ya?" Hana tersenyum jail.

"Yeee, mau yang gratis mulu" Caca sebal.

"Eeehh, lupa? Sama perjanjian kita tadi. Kalo gue berhasil nemuin akun instagram-nya cowok inceran lo. Lo bakal traktir"

Caca celingukan takut ada orang yang mendengarnya. Lalu berdecak sebal. Sahabat-nya kenapa ember sekali mulutnya.

Menempelkan jari telunjuknya di mulut Hana. "Sut-sut-sut, Iya iyaa. Gue traktir. Jangan ember mulutnya asal"

"Gitu donggg" Hana tersenyum bangga. Sedangkan Nadzira tertawa. Tertawa tidak tahu maksudnya.

"Mau, kan Nadzira?" Caca bertanya lagi.

"Bolehh"

Setelah Mendapat persetujuan mereka bertiga berjalan beriringan. Melepas rindu satu sama lain. Sampai-sampai Nadzira lupa kalau di mobil farhan menunggunya.

Disisi lain farhan sudah mulai bosan menunggu Nadzira didalam mobil. Bisa di hitung 20 menit lebih ia berdiam diri di dalam mobil. Sesekali melirik arloji hitamnya. Menatap gedung besar yang sejak tadi banyak mahasiswa yang berlalu lalang. Ingin keluar pun takut Nadzira kembali ke mobil dan dirinya tak ada. Tapi farhan telpon pun Nadzira tak angkat.

Farhan pun tak tahu dimana Nadzira daptar ulang. Nadzira pun tak memberi tahunya.

                   ———————————

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang