10. Cemburu?

47.6K 1.7K 45
                                    

Pukul 8 pagi, Hendery dan Nina kini sudah menginjakkan kaki di halaman luas milik anak dan menantu mereka. Sama halnya seperti Kanaya yang menganga ketika pertama kali melihat rumah megah bak istana, Hendery maupun Nina sama-sama membulatkan bola mata.

Setelah memarkirkan mobil, keduanya melangkah menuju pintu tinggi menjulang, memperhatikan kedua pilar yang berdiri kokoh menjadi penyangga rumah mewah itu.

"Mas ... Ini gak salah rumah Kanaya anak kita," ucap Nina yang masih terperangah.

"Iya sayang. Mas gak sangka menantu kita orang yang sangat kaya raya."

Nina beralih menekan tombol bel, menunggu seseorang membuka pintu yang tingginya hampir tiga meter di depan.

Cklek

"Pagi Tuan, Nyonya," ucap Bi Susi dengan begitu sopan, mempersilahkan keduanya untuk masuk ke dalam. "Tuan sudah menunggu di dalam, silahkan masuk."

Nina hanya mengangguk kaku, mengekori suaminya yang lebih dulu masuk. Kembali dengan pandangan kagum, dua orang yang menyandang status orang tua Kanaya itu melisik setiap isi rumah yang nampak elegan dan berkelas.

"Silahkan duduk," ujar ART itu mengisyaratkan Nina dan Hendery untuk duduk di sofa. Keduanya nurut dengan ucapan Bi Susi.

Tak berselang lama, 2 orang asisten rumah tangga di sana berdatangan membawa banyak cemilan, lalu menuangkan secangkir teh hangat untuk orang tua dari majikannya itu.

"Kalau ada yang perlu dibantu, panggil saya Nyonya."

"Terima kasih, Bi."

Nina dan Hendery tersenyum lembut, mulai meneguk teh hangat yang baru saja disajikan.

"AKH! PELAN-PELAN!"

"IYA SAYANG, INI JUGA UDAH PELAN."

"TAPI INI SAKIT JOVAN! AKH! AKU GAK KUAT!"

Sontak orang-orang di sana menoleh ke lantai dua di mana sumber suara teriakan disertai rintihan itu berasal. Nina, Hendery, maupun ketiga asisten rumah tangga itu langsung membulatkan bola mata sempurna tatkala mendengar suara yang berhasil membuat pikiran mereka menebak hal yang tidak-tidak.

"KAMU JANGAN GERAK DULU MAKANYA. INI JADI SUSAH KELUARNYA"

"SIALAN! INI SAKIT BANGET, JOVAN!"

"IYA SABAR SAYANG, SABAR, BENTAR LAGI."

"SABAR ... SABAR ... KAMU GAK NGERASAIN INI! AKH! SAKIT!"

Masih dengan kegiatan saling bertukar pandang, Bi Susi angkat bicara. "Hmm ... Tuan, Nyonya, saya pamit ke dapur dulu, masih banyak pekerjaan." Bi Susi menunduk kaku, pun dengan kedua asisten rumah tangga yang lain memilih mengekori Bi Susi dari belakang. Lebih tepatnya mereka tak ingin lebih jauh mendengar suara itu lagi.

Nina menepuk lengan suaminya yang masih tertegun. "Mas ... jangan-jangan mereka lagi begituan, ya?" Bisiknya.

"Mas juga gak tau, Bun."

"Jovan kayanya main kasar deh, Mas. Kasian Kanaya sampe kesakitan," ucap Nina disertai ringisan memikirkan hal yang terlintas dalam pikirannya.

"JOVAN! STOP! SAKIT!"

"DIEM, SAYANG. LIAT BENTAR LAGI KELUAR."

"AKH! JOVAN! UDAH! HIKS."

Wanita itu sampai menggigit kukunya ketika mendengar suara sang anak yang meraung kesakitan. "Mas ... Bunda jadi khawatir sama Kanaya, apa kita samperin aja?"

Hendery hanya mengangguk, menuruti permintaan Nina tanpa berpikir terlebih dahulu. Keduanya kompak berjalan berdampingan menuju lantai dua, di mana asal muasal suara itu berada.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang