26. Pentas seni

14.3K 855 62
                                    

Pagi-pagi di halaman yang maha luas rumah itu, Kanaya dengan riang menyiram tanaman bunga yang berjajar rapi beserta rumput-rumput hijau mengelilingi bunga cantik di sana. Cuaca yang sepertinya akan sangat bagus, ditemani langit biru tanpa awan, menambah pasokan semangat untuk Kanaya.

Melihat sang majikan yang sedari tadi membantu para asisten rumah tangga, Bi Susi yang baru saja kembali sembari membawa segelas susu untuk Kanaya menghela napas pendek, menyimpan gelas tinggi itu di atas meja kayu taman.

"Non, lebih baik Non istirahat saja. Biar Bibi dan yang lainnya melanjutkan pekerjaan. Non minum susu dulu, Bibi sudah buatkan," kata Bi Susi, yang sontak saja membuat Kanaya menoleh sekilas, lalu menyimpan gembor itu sebelum akhirnya menghampiri Bi Susi.

"Makasih ya, Bi." Dalam duduknya, ia mengambil gelas itu lalu meneguk cairan putih hingga tersisa setengah. "Gapapa kok, Bi. Naya bosen kalo diem terus." Imbuhnya.

"Tapi tetap saja. Non itu sedang hamil, ibu hamil harus banyak-banyak istirahat. Jangan kecapean," ucap Bi Susi menasehati.

"Iya, Bi. Makasih Bibi udah perhatian sama Naya. Tapi akhir-akhir ini Naya juga gak ngerti, kenapa rasanya itu Naya pengen bantu Bibi beres-beres rumah, masak, sebelumnya Naya gak pernah kaya gini," ucap gadis itu, seolah mengungkapkan apa yang ia rasa beberapa waktu belakangan ini.

Sepertinya ia memiliki hobi baru, atau lebih tepatnya mood yang cukup asing baginya. Membereskan rumah, apalagi menyentuh peralatan masak adalah hal yang paling jarang ia kerjakan. Ia terlalu malas berurusan dengan pekerjaan itu. Tapi sekarang, bahkan ketika dia melihat debu secuil pun, ia merasa ingin segera menyingkirkannya, dan satu hal lagi yang membuat Kanaya merasa aneh dengan dirinya sendiri adalah, sebuah konten memasak tak pernah ia lewatkan ketika waktu senggang. Pasalnya, Kanaya hanya akan menonton serial drama terbaru saja seperti anak remaja pada umumnya.

Tentu saja Bi Susi yang setiap hari menyadari ada perubahan pada majikannya itu tak ayal menganggap ini adalah bawaan dari si jabang bayi yang dikandung Kanaya.

"Non sudah tau jenis kelamin bayinya belum?" tanya wanita itu.

Kanaya menggelengkan kepala pelan. "Belum. Rencananya lusa Naya mau USG, Bi. Katanya jenis kelamin bayi bisa diliat di minggu ke 18 kehamilan."

"Bibi rasa bayi Non perempuan."

"Kok gitu, Bi?" ujar Kanaya, sedikit mengerutkan kening tatkala mendengar ucapan Bi Susi.

"Bibi lihat dari kebiasaan Non akhir-akhir ini juga. Ah, tapi itu kata orang tua jaman dulu, kalo sekarang lebih baik Non USG kandungan saja biar lebih jelas."

Kanaya hanya mengangguk dan tersenyum tipis, meresapi ucapan Bi Susi yang sejujurnya sejalan dengan isi pikirannya. Gadis itu lantas menghabiskan sisa susu yang masih mengisi gelas tinggi yang ada digenggamannya, lalu menolehkan pandangan ke kanan maupun kiri seperti mencari seseorang.

"Non cari Tuan, ya?"

"Iya, Bi. Kok dari tadi dia gak dateng ke sini?" kata Kanaya, mengingat perkataan terakhir sang suami selepas sarapan pagi yang katanya akan menyusul Kanaya ke taman halaman.

"Oh, tadi Bibi lihat Tuan ada di kamar baby, Non. Sepertinya sedang beres-beres."

"Kamar baby?" Sebuah kerutan di kening gadis itu kini tercetak jelas. Apakah Jovan tengah merapikan barang-barang di kamar anak mereka saat ini? Kenapa dia tidak memberitahunya.

Tanpa berpikir panjang, gadis itu beranjak dari duduk. "Kalo gitu, Kanaya mau ke sana dulu ya, Bi. Maaf gak bisa bantu lama-lama di sini."

Bi Susi mengibaskan tangannya di udara. "Ah, gapapa, Non. "

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang