20. Birthday

22.2K 1.2K 102
                                    

Dalam kebisuan dan dentingan sendok serta garpu yang saling beradu, Jovan masih diam-diam mencuri pandang pada sosok gadis di depannya yang tengah melahap sarapan dengan begitu khidmat. Ia tersenyum tipis.

Tak lama suara dering ponsel terdengar di gendang telinga laki-laki itu. Ia segera menoleh pada benda pipih yang tergeletak di sampingnya, melihat notifikasi pemberitahuan hari ulang tahun Kanaya.

"Naya ...."

"Hmm?"

"Sore ini aku ada kelas, jadi kayanya bakal pulang telat. Gapapa, 'kan?"

Kanaya menghentikan kegiatannya, menyimpan sendok dan langsung menatap Jovan dengan bibir sudah tertekuk ke bawah.

Jangan-jangan dia lupa kalo hari ini ulang tahun gue.

"Hm."

"Kamu, gak marah, 'kan?"

Kanaya mengangguk, kembali melahapkan nasi ke dalam mulutnya sampai sangat penuh.

"Beneran?"

Gadis itu kembali mengganggukkan kepala, meneguk segelas air lalu beranjak dari duduk, menyampirkan tas ransel di pundak. Jelas Jovan yang melihat niatan Kanaya untuk bergegas pergi lantas ikut berdiri.

"Aku berangkat dulu," ucapnya, melangkahkan kaki meninggalkan ruang makan itu.

Belum sempat ia membalas ucapan Kanaya, tungkainya lebih dulu bergerak menyusul sang istri yang sudah lebih dulu melangkah lebar seraya menghentakkan kaki sampai menghasilkan suara sepatu yang cukup nyaring di indera pendengaran.

"Naya ... tunggu dulu, sayang ...."

Gadis itu tak mengindahkan ucapan Jovan. Bisa-bisanya laki-laki itu tak ingat dengan hari ulang tahunnya, istrinya sendiri.

"Sayang ... jangan marah dong."

Kanaya tetap menulikan telinganya, sampai di halaman depan rumah sebuah tangan besar mencekalnya sampai langkah kaki itu terhenti secara tiba-tiba. Gadis itu mendongak menatap Jovan yang tengah tersenyum lembut padanya.

"Jangan marah gitu dong," kata Jovan, menarik gemas sebelah pipi Kanaya yang terlihat gembil itu.

"Engga! Aku gak marah. Siapa juga yang marah," ucapnya berbohong.

Jovan semakin melebarkan senyumnya, melihat Kanaya yang menurunkan kedua sudut bibir membuat gadis itu semakin menggemaskan baginya.

"Kamu pasti ngira aku lupa sama hari ulang tahun kamu, 'kan?"

Kanaya hanya memberengut sebal. Suara helaan napas terdengar dari mulut laki-laki itu, ia memegang kedua pundak sang istri, menyejajarkan tinggi badannya dengan Kanaya.

"Aku gak lupa kok," katanya. "Aku juga punya sesuatu buat kamu."

Gadis itu mengerutkan kening, seolah bertanya 'apa?

"Tutup dulu matanya."

"Ck, apaan sih. Pake acara tutup-tutup mata segala," sahutnya.

Meski ia merasa kesal karena Jovan yang terlalu basa-basi, Kanaya tetap menutup matanya rapat-rapat. Dengan segera laki-laki itu merogoh sesuatu di dalam saku celana.

"Sekarang kamu buka mata."

Perlahan Kanaya kembali membuka kelopak matanya. Melihat sebuah kalung liontin yang terpampang jelas di depan, gadis itu tak bisa untuk tidak terperangah. Ia membulatkan bola mata, dan obsidian itu terlihat memancarkan kilatan haru.

"Selamat ulang tahun istriku sayang."

Kanaya hanya mampu terdiam, perasaan senang lebih mendominasi isi hatinya sampai dia tidak tahu harus berkata apa.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang