23. Let you go

18.2K 1K 93
                                        

Jangan lupa Voment ♡

Kalo ada typo, tandain yaaa...


"Aduh, Gab ... gue kan udah bilang jangan minum-minum lagi. Lo sih, batu banget dibilangin. Kalo udah kaya gini, gimana?" Omel Vika yang saat itu tengah menemani Gabby di UKS sembari membuat minuman penghilang rasa pusing.

"Lo tau sendiri, gue kerja di bar, mana mungkin gue gak minum," jawab Gabby, terdengar seperti membela diri. Gadis itu masih setia memijat kepalanya yang terasa pening bukan main.

Vika menghela napas dalam, memberikan gelas itu pada Gabby seraya membantunya untuk menelan cairan yang baru saja dibuatnya.

"Gab, lo pikir kita temenan baru sehari dua hari doang? Gue tau lo gak mungkin minum kalo gak lagi banyak pikiran. Gak usah cari-cari alasan sama gue."

Ia akui, ucapan Vika memang benar adanya. Dia tidak akan menyentuh minuman itu kalau saja suasana hatinya sedang baik-baik saja. Jika keadaannya sekarang seperti saat ini, sudah jelas itu artinya gadis itu tengah dilanda masalah yang membuatnya mengharuskan minum alkohol di tempatnya bekerja.

"Lo lagi mikirin apa sih?"

Gabby hanya terdiam. Walau begitu, Vika sudah tahu apa yang ada di dalam pikiran sahabatnya itu.

"Lo masih mikirin Kanaya?" Tebaknya tepat.

Ia mendongak, menatap Vika lalu mengangguk pelan. "Gue gak tau harus gimana, Vika. Rasanya gue berat banget nerima kenyataan kalo Naya udah nikah sama om Jovan, apalagi sekarang dia lagi hamil. Gue ... Gue cuma gak habis pikir kenapa mereka sembunyiin semuanya dari kita."

Vika beralih duduk di pinggiran brankar, menyentuh pundak Gabby dan menepuknya berulang kali. Jujur saja, dia pun memiliki perasaan yang sama dengan gadis itu. Mereka tidak marah pada Kanaya, hanya saja rahasia besar yang disembunyikan Kanaya berhasil mengejutkan semua teman-temannya dan sulit untuk diterima secara instan.

"Gak cuma lo yang ngerasain itu, gue, Haekal juga udah pasti ngerasa gak percaya sama semuanya, Gab. Itu semua berasa mimpi, 'kan? Tapi itu kenyataannya. Lo harus mulai bisa terima semua itu, kita gak bisa terus-terusan jauhin Kanaya."

Gabby memejamkan matanya beberapa saat. "Gue mungkin masih bisa terima kalo Kanaya tiba-tiba keluar dari sekolah karena alasan home schooling, tapi gue gak bisa terima kalo ternyata Kanaya keluar dari sekolah dan home schooling itu karena dia hamil. Susah Vik, gue gak bisa terima semuanya secepat itu," ujarnya. Bola mata yang berubah menjadi berkaca-kaca itu seolah menjelaskan suasana hatinya.

"Gue ngerti, gue paham perasaan lo. Tapi lo sayang kan sama Kanaya?"

"Iya gue sayang sama Naya, Vik. Dia sahabat gue. Lo, Haekal, Kanaya, cuma kalian yang gue punya di sini. Lo pikir kenapa dulu gue gak ikut orang tua gue buat pindah ke luar negeri? Itu karena gue gak mau ninggalin kalian." Jelasnya.

Vika mengangguk, lalu berkata, "Kalo lo sayang sama Naya, gue mohon maafin dia. Gue pernah baca di internet, katanya ibu hamil itu gak boleh stres dan banyak pikiran, soalnya itu gak baik buat kesehatan bayi yang dikandungnya." Ia menjeda ucapannya, menatap lamat gadis di depan. "Gue yakin, selama ini, atau bahkan sampai detik ini, apalagi waktu kita tau kalo Naya hamil, beban pikirannya pasti makin berat. Mikirin kita, mikirin gimana hubungan persahabatan kita nanti kaya apa, mikirin gimana perasaan kita semua."

Gabby terdiam mencerna ucapan Vika. Tidak, bukan maksud hati untuk memberi beban yang semakin banyak untuk Kanaya, dia juga tidak mengerti dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi semuanya.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang