3. Dua garis merah

66.9K 2.6K 59
                                        

Hampir satu bulan lamanya sejak kejadian atas kecelakaan besar antara Jovan dan Kanaya, keduanya memang tak pernah saling bertemu lagi. Meski jauh dalam lubuk hati Kanaya, gadis itu memiliki rasa takut yang cukup tinggi, tatkala membayangkan bagaimana kalau seandainya suatu saat ia hamil anak dari Jovan.

Ah, dia sangat frustasi ketika mengingat kejadian itu.

"Nay? Naya?"

Kanaya tersentak ketika Bima menepuk pundaknya guna menyadarkan lamunan gadis yang kini duduk di sampingnya.

"I-iya, Bim? Kenapa?"

Laki-laki berambut mullet itu menghempaskan napas berat. Menatap wajah Kanaya yang tak seperti biasanya.

"Lo kenapa? Gue liat-liat kayanya lagi gak fokus, ya?"

Ia tersenyum canggung, merasa bersalah dengan Bima.

"Sorry, Bim. Gue agak gak enak badan, kepala gue pusing," ujarnya yang memang kenyataan. Akhir-akhir ini ia merasa kurang fit, bahkan badannya mendadak sangat lemas ketika melakukan segala aktivitas.

"Lo sakit? Mau ke UKS?"

Kanaya menggeleng, ia mencoba menarik kedua sudut bibirnya, menghilangkan raut wajah khawatir yang kentara di paras tampan Bima.

"Gapapa kok. Mungkin kecapean aja." Ia beralih menatap layar laptop di depan. "Jadi gimana?"

Kembali dengan obrolan kecil mereka, Kanaya memfokuskan diri mendengar masukan dari sang ketua OSIS.

"Gini Nay, sekolah kita 'kan udah lama gak adain acara pensi, kalo gak salah udah tiga tahun deh, itu kata Pak Sandi. Jadi gue pengen tahun ini, di masa jabatan kita di organisasi OSIS, gue pengen adain acara pensi itu lagi. Acara seru-seruan aja sih."

"Ide bagus tuh, Bim. Gue setuju aja. Karna gue juga mikir, anak-anak pasti jenuh banget kalo sekolah gak adain acara kaya gitu."

Bima kembali mengangguk mendengar persetujuan dari Kanaya.

"Gue juga udah mikirin soal kapan acaranya. Gimana kalo acaranya akhir semester ini, sesudah UTS."

"Iya Bim, gue setuju."

Keduanya masih setia menyalurkan ide-ide yang ada dalam pikiran masing-masing, menuangkannya ke dalam bentuk list yang nantinya akan di diskusikan kembali dengan semua anggota OSIS.

Sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan waktu tiga sore. Kanaya maupun Bima beranjak dari duduk, berniat meninggalkan ruang organisasi untuk pulang.

"Nay." Kanaya menoleh ketika Bima mencekal pergelangan tangannya.

"Iya, Bim?"

Bima hanya menatap mata bening milik Kanaya, ia masih mengulum bibir. Seharusnya ia mengungkapkan ini sejak dulu, tapi nyalinya benar-benar sangat rendah.

Gue suka sama lo.

Kanaya menautkan alis. "Kenapa, Bim?"

"Gue-"

Gadis itu masih menunggu kalimat apa yang akan Bima ucapkan padanya. Bahkan Kanaya sudah menatap serius laki-laki itu.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang