47. Demam

11.8K 608 133
                                    

Di kelas yang lumayan sepi, satu per satu Mahasiswa mulai meninggalkan ruangan karena kelas telah usai. Kanaya dan sang sahabat masih duduk di bangku, dengan Gabby, gadis di sampingnya masih sibuk membereskan alat tulis yang sudah ia pakai.


"Nay, lo gak bawa mobil, 'kan? Mau nebeng gue gak?" tanya Gabby. Tidak mendapatkan jawaban, ia menoleh ke arah Kanaya yang masih terdiam, seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Kanaya? Lo kenapa sih? Dari tadi gue perhatiin lo ngelamun terus, kenapa? Lo ada masalah?" Imbuhnya.

Kanaya menggeleng. "Gak ada apa-apa, gue lagi mikir aja."

"Mikir apaan?"

Diam sejenak, lalu gadis itu menghela. "Enggak, bukan hal yang penting. Mmm .... tapi Gab, sorry banget gue gak bisa pulang bareng lo, gue masih ada urusan, nanti gue bisa pesen ojek online aja."

Gabby mengerutkan kening. "Tumben lo ada urusan-urusan segala?" ucap gadis itu lagi.

Kanaya tersenyum tipis, lantas beranjak, mengaitkan tali ransel kecilnya di kedua bahu. "Gue duluan, Gab."

"Hati-hati, Nay!" Sahutnya, dibarengi dengan Kanaya yang melenggang meninggalkannya.

Entah apa yang ada dalam pikiran Kanaya, tiba-tiba saja ia sangat ingin pergi ke tempat yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama Jovan.

Tepat saat sampai di sebuah kawasan taman penitipan anak, Kanaya berdiri di depan gedung dua tingkat, di mana pada saat yang bersamaan segerombolan anak-anak usia 4 tahunan keluar bersama orang tua masing-masing.

Kanaya kembali menimbang, apakah ia harus menemui seorang anak yang selalu ada di pikirannya akhir-akhir ini, atau tidak. Saat kepalanya berpikir keras, tapi nyatanya, tubuhnya mengisyaratkan gadis itu untuk melangkah mengayunkan kaki menghampiri sekolah di depan.

Saat ia mengedarkan iris matanya, ia beradu tatap dengan obsidian bening milik Mario yang sama-sama tertuju padanya.

"Kak Kanaya!" Teriaknya, sambil melambaikan tangan gembira.

Kanaya berlari kecil menghampiri Mario yang masih didampingi seorang wanita berusia 30 tahunan di samping anak itu, yang ia pikir adalah seorang guru di sana.

"Kakak, Malio seneng kakak di sini!"

Kanaya membalasnya dengan senyuman manis, mengusap rambut Mario yang masih melebarkan kedua sudut bibirnya.

"Miss, Malio pulang dulu," ucap Mario, mengecup punggung tangan sang guru yang langsung diangguki wanita dewasa di depannya pun Kanaya yang ikut sedikit membungkuk sopan.

Keduanya pergi dari sekolah Mario, masih berjalan berdampingan menyusuri trotoar jalan. Sibuk dengan pikirannya, Kanaya mulai kebingungan dengan situasi saat ini, kenapa dia tiba-tiba mengajak Mario pulang bersamanya? Sekarang dia tidak tahu harus bagaimana dengan anak kecil di sampingnya.

"Kakak." Panggil Mario, meraih tangan Kanaya yang menggantung bebas, lalu menggenggamnya yang secara tidak langsung membuat Kanaya tersentak akibat sentuhan tangan mungil milik Mario. "Kenapa Kakak engga datang sama Ayah?"

Kanaya melebarkan matanya, benar! Hal itu sama sekali tak terpikirkan oleh Kanaya. Dia hanya berdehem, menimbang jawaban apa yang harus dia berikan pada anak itu.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang