51. Dua garis merah part 2

12.1K 353 73
                                    

Jarum jam kian berputar, tiap detik yang dihasilkan semakin membuat debar jantung wanita itu memburu. Setidaknya sudah 20 menit Kanaya berdiam diri di dalam kamar mandi, terduduk di atas toilet sembari memegang sebuah alat tes kehamilan.

Entahlah, tiba-tiba terbersit dalam pikirannya untuk membeli alat itu beberapa hari yang lalu, dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk menggunakan alat tersebut guna menjawab pertanyaan-pertanyaan serta rasa penasarannya akhir-akhir ini.

"Gak mungkin gue hamil, 'kan?" Gumamnya.

Masih memandang ragu testpack di tangannya, Kanaya kembali bermonolog, "Mustahil buat gue hamil. Mungkin gue cuma kecapean aja makanya telat datang bulan."

Berulang kali ia meyakinkan diri sendiri pun nampaknya masih ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya. Meski dia mencoba berpikir ini hanyalah faktor stres, tapi tetap saja isi hatinya berkata lain.

Ia menarik napas panjang, dan segera mencoba alat tes itu dengan perasaan campur aduk.

"Kanaya, lo gak mungkin hamil, gak mungkin."

Beberapa saat ia menunggu hasil sembari menggigiti ibu jari gelisah. Hingga sebuah fakta yang mengejutkan membuatnya membulatkan bola mata, melihat dua garis merah yang masih terlihat samar tercetak jelas dalam alat tes itu.

"G--gue hamil?" Bola matanya membulat sempurna. "Gak, ini pasti alat tesnya rusak."

Dia masih terus menatap gelisah testpack dalam genggamannya, sembari isi hatinya terus menyangkal akan hasil yang ia dapat, hingga sebuah ketukan pintu mengejutkan wanita itu.

Tok... tok... tok

"Kanaya? Sayang kamu ada di dalem?"

Mendengar suara Jovan di luar sana, Kanaya menyahut, "I--iya sebentar!"

Kanaya segera mengantongi testpack itu ke dalam saku piyama dan bergegas keluar dari kamar mandi.

Cklek

"Nay, kamu sakit? Muka kamu pucet, sayang," ujar Jovan khawatir, pasca melihat raut wajah sang istri yang nampak tak sehat.

"E--engga, aku gak sakit. Cuma lemes aja dikit," jawabnya.

Jovan menghela. "Kita pergi ke rumah sakit aja, ya?"

Wanita itu menggelengkan kepala, "Gak perlu, aku mau dateng ke acara wisuda hari ini. Lagian kita udah sewa MUA juga, bentar lagi kayanya dateng."

"Kamu yakin?" Jovan kembali bertanya. "Tapi kamu kelihatan gak sehat sayang."

"Gapapa kok, serius," ucap Kanaya, seraya mencoba meyakinkan Jovan dengan senyuman yang sudah jelas dibuat-buat.

Menyadari akan suatu hal yang janggal, Jovan menilik sorot mata Kanaya. "Ada apa, hm? Ada sesuatu yang kamu sembunyiin?"

Kanaya diam beberapa saat, lalu kembali bersuara, "Sebenernya, a--aku... aku telat datang bulan," kata Kanaya, terdengar seperti keluhan.

Dengan tatapan tenang, Jovan tersenyum dan mengusap pipi sang istri lembut. Ia terus memandangi Kanaya tanpa menjawab kalimat yang diucapkan istrinya itu.

"Mungkin aku cuma stres aja. Soalnya dulu waktu mau UN aku sempet telat dateng bulan juga. Lagian aku cuma telat 5 hari."

Masih diam, Jovan hanya mendengarkan Kanaya tanpa menanggapi ucapannya.

"Mas gak mikir yang aneh-aneh, 'kan?" tanyanya sekali lagi.

"Justru aku lagi mikir, sayang. Kalau anak kita perempuan, kita kasih nama siapa ya? Kalo ternyata laki-laki?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang