48. Dia istriku!

13.4K 666 138
                                    

Masih terlelap dalam tidur, pria yang masih berbaring menggulung diri dengan selimut itu nampaknya sama sekali tak terusik oleh sinar matahari yang menembus kaca ruangan tempatnya dia berada. Hingga indera penciumannya mencium bau yang cukup menggugah selera ia membuka mata perlahan, mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

Hal pertama yang ia lihat adalah, suasana kamar yang sangat sepi. Jelas dengan tidak adanya Kanaya di sampingnya. Ia beranjak duduk seraya pikirannya bertanya-tanya akan sosok sang istri yang entah ke mana.

Detik selanjutnya, Jovan mendengar suara tawa anak kecil yang ia yakini bersumber dari lantai bawah. Siapa lagi jika bukan Mario. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas keluar dari kamar menuju asal muasal suara. Setelah berjalan, dari arah dapur ia melihat Kanaya bersama Mario di sana, dan aroma masakan pun semakin tercium dari tempatnya dia berdiri sekarang.

"Oh! Ayah! Ayah udah bangun?" sahut Mario, tatkala ia berbalik dan melihat Jovan tengah berdiri mematung.

Mendengar itu, Kanaya yang tengah memasak sesuatu di atas wajan ikut berbalik badan, lalu tersenyum. "Selamat pagi!"

Jovan hanya mengerjapkan matanya berulang kali. Ia masih mencerna apa yang tengah ia lihat saat ini. Semua bukan mimpi, 'kan? Pria itu masih tidak percaya dengan pemandangan di pagi hari saat itu.

"Ayah!"

"E--eh? Iya, sayang. Tadi kamu bilang apa?" ujar Jovan kikuk.

Anak itu melipat tangan di depan, sebal, sembari mengerucutkan bibir. "Ih! Tadi Malio tanya, Ayah udah bangun? Begitu!"

"Maaf, ya ... Ayah bangun kesiangan," katanya.

Jovan kembali menatap punggung Kanaya yang tengah memasak membelakanginya di depan sana. Ia berdehem, menetralkan perasaan canggung dalam hatinya. "Nay, kamu lagi ngapain?"

"Aku lagi masak."

"Kenapa? Bi Susi mana?" tanya Jovan, mencari keberadaan Bi Susi. Karena biasanya Bi Susi yang bertugas memasak di rumah.

"Oh, Bi Susi lagi nyuci selimut sama sprei di belakang. Jadi hari ini aku yang masak."

Jovan mengerutkan kening. "Cuci selimut?"

Gadis itu menghela, ia berbalik badan dan melipat tangan di depan. "Mario ngompol di kasur." Adunya. Sang pelaku, Mario, anak itu menundukkan kepala, menautkan jemari mungilnya.

"Mario ...."

"Maaf, Ayah ... Mario engga sengaja," ucapnya menyesal.

Pria itu menarik napas dalam-dalam. "Kasian loh Bi Susi. Kemarin Ayah udah bilang jangan ngompol."

"Iya, Ayah ... Maaf."

Kanaya kembali dengan kegiatan masak-masak yang sempat tertunda. "Dari pada marahin Mario, lebih baik mandi dulu gih, udah jam berapa ini? Sarapannya juga bentar lagi beres kok," kata gadis itu.

Sekali lagi Jovan terkejut dengan sebuah kalimat yang terlontar dari mulut sang istri. Entah perasaan apa yang memenuhi hatinya kala ini. Dia benar-benar bingung, apa semuanya hanya mimpi belaka?

Ia hanya mengiyakan ucapan Kanaya. Tak ingin membuang waktu, ia sadar hari semakin beranjak siang, Jovan segera mempersiapkan diri untuk memulai aktivitas seperti biasa.

Setelah semua siap, Jovan kembali bergabung dengan Kanaya dan Mario yang sudah duduk manis di ruang makan. Di sana, dia melihat ada beberapa menu sarapan yang ia yakini buatan Kanaya. Ia sempat tak percaya bahwa kini sang istri sudah pandai memasak.

"Ayah! Cepat cobain masakan Kak Kanaya! Enak tau!" Sahut Mario antusias.

Jovan yang baru saja duduk di kursi, masih memperhatikan makanan yang sudah disiapkan untuknya di depan dengan takjub. Terlihat menggiurkan.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang