Pagi berikutnya, Kanaya masih terduduk di depan meja rias, menyisir rambut panjangnya yang baru saja kering karena hair dryer. Sebenarnya dia sangat malas pergi ke sekolah, apalagi kakinya kala itu masih terasa nyeri jika dipaksakan untuk berjalan. Dia bisa saja mengambil izin sakit, tapi karena tadi malam ia mendapat pesan masuk dari grup chat OSIS yang katanya hari ini akan diadakan rapat, mau tak mau ia harus pergi ke sekolah.
Cklek
Terdengar pintu kamar mandi yang dibuka oleh si pelaku yang saat itu keluar dengan hanya menggunakan handuk melilit pinggang, laki-laki itu berjalan ke arah lemari seraya mengacak rambutnya yang terlihat sedikit basah.
Kanaya mengikuti arah gerak suaminya, memperhatikan pantulan punggung polos Jovan dari kaca meja rias dengan pandangan kesal.
Jangan tanyakan kenapa. Bahkan sejak kejadian kemarin, hubungan keduanya nampak tak seperti biasanya. Berulang kali Kanaya menjelaskan bahwa Bima adalah temannya sekaligus ketua OSIS, nampaknya hal itu tak membuat rasa cemburu Jovan mereda, bahkan gadis itu selalu mendengus sebal, pasalnya semalaman penuh suaminya itu memilih tidur di sofa dibanding di sampingnya.
"Kamu yakin mau sekolah?" tanya laki-laki itu, masih dengan kegiatannya mencari baju kemeja dalam lemari.
Kanaya menghela napas. "Iya lah."
Gadis itu segera mengikat rambutnya, lalu mengepangnya dengan sangat rapi. Tak lama, ia beranjak dari duduk, berjalan tertatih memasukkan buku-buku ke dalam tas sekolah.
Setelah menenteng tas ransel, ditambah raut wajah kesal masih menghiasi parasnya, Kanaya kembali melangkahkan kaki hendak ke luar dari kamar.
"Mau ke mana?"
"Mau keluar lah, yakali mau liatin lo lagi pake baju," ujarnya.
"Jangan terlalu deket sama yang namanya Bima," kata Jovan yang secara otomatis membuat langkah gadis itu terhenti. Kanaya kembali berbalik badan, menampakkan Jovan yang tengah berjalan menghampirinya.
Kanaya membulatkan bola mata, melihat suaminya yang bertelanjang dada membuat dadanya berdebar cepat. Dan lihatlah, perut kotak-kotak sempurna yang tercetak di sana, lengan berotot, serta rambut basah dengan helaian terjatuh menutupi jidat laki-laki itu praktis membuat Kanaya menelan ludah susah payah. Tidak! Dia tidak boleh tergoda dengan semua itu!
"Kamu denger kan?" ucap Jovan yang sudah ada di depan Kanaya. Mencondongkan badan menyejajarkan tinggi badannya dengan sang istri.
Dengan jantung yang semakin berpacu cepat, pun indera penciumannya menghirup aroma harum menguar dari tubuh Jovan yang cukup menggoda, Kanaya yang sedari tadi menggigit bibir bawah mulai angkat bicara.
"Udah ak-- gue bilang Bima itu cuma temen. Dia ketua OSIS, dan gue wakil dia, kalo gue gak deket sama dia apa kata anggota gue yang lain, huh?"
"Tapi sekarang posisinya kamu udah nikah Kanaya, dan aku ini suami kamu. Aku gak suka laki-laki lain yang coba deketin kamu, apalagi sampe ngajak ketemuan."
"Bima ajak gue ketemuan juga bukan mau aneh-aneh, paling cuma ngobrol biasa aja, ngomongin progress OSIS doang. Gak usah lebay deh."
Terdengar helaan napas dari laki-laki itu, ia semakin berjalan merapatkan diri dengan Kanaya, tentu saja gadis itu pun semakin memundurkan langkah ke belakang, apalagi melihat raut wajah Jovan yang sudah berubah. Dia harus waspada.
"Urusan sekolah, diselesaikan di sekolah juga. Lagian kenapa harus berdua? Gunanya sekretaris dan yang lainnya buat apa kalo semua progres kamu dan dia aja yang saling tukar pikiran? Kamu jangan terlalu polos sama laki-laki itu, udah jelas dia nyuri waktu biar bisa berduaan sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
OM DOSEN
Non-Fiction"Bingung mau manggil Bapak atau sayang." "Kanaya, pegang ucapan saya. Saya akan bertanggung jawab atas bayi ini." Berkisah tentang gadis SMA-Kanaya-yang hamil akibat "insiden" tak terduga bersama pria berumur 30 tahun bernama Jovan, seorang guru Dos...