Di ruang makan keluarga barunya, Jovan yang saat itu duduk di samping Kanaya, masih menyantap sarapan pagi dengan khidmat. Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring kaca terdengar di telinganya.
"Van, kamu gak berangkat kerja?"
Laki-laki itu mengangkat kepala tatkala Nina berbicara padanya.
"Mmm ... nanti siang saya ke kantor, Bu."
"Jangan panggil Ibu, panggil Bunda aja sama seperti Kanaya. Sekarang kamu suami anak Bunda, anggap Bunda kaya Ibu kamu sendiri, ya?"
Jovan mengangguk kaku, serta tersenyum tipis.
"Kamu kerja di mana?" Itu Hendery. Meski pria itu masih terlihat kecewa, tapi ia berusaha untuk bersikap baik terhadap Jovan yang saat itu sudah sah menjadi suami Kanaya.
"Saya kerja di Horizon Corp, Yah."
"Itu perusahaan besar, Jovan." Hendery membulatkan bola mata tak percaya. "Kamu kerja di posisi apa?"
Jovan menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. "Kebetulan saya pemilik perusahaan itu." Jawabnya disertai kekehan ringan.
"Kamu serius?!" Nampaknya Hendery belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Jovan, sampai laki-laki itu mengangguk mantap mempertegas ucapannya tadi.
"Dari dulu saya sangat ingin bekerja sama dengan Horizon Corp. Tapi sampai sekarang belum terlaksana. Dan malah saya bertemu dengan pemilik perusahaan itu yang ternyata menantu saya sendiri."
Hendery tersenyum lebar setelahnya, menepuk pundak Jovan dua kali.
"Baik, Yah. Saya dengan senang hati menerima tawaran Ayah di perusahaan saya."
Huh, ternyata Hendery tidak seperti apa yang ada dalam pikirannya. Pria itu benar-benar tak memperpanjang soal masalah kemarin.
"Orang tuamu pasti bangga. Oh, ya, orang tua kamu tinggal di mana? Kapan kita bertemu orang tuamu?"
Jovan terdiam beberapa saat. "Orang tua saya sudah lama meninggal."
Kanaya yang sudah lama terdiam, menghayati setiap suapan nasi ke dalam mulutnya, lantas menoleh, menampakkan sang suami yang sudah sedikit tertunduk.
"Ah, maaf, saya gak tau."
"Gapapa, Yah."
Terjadi keheningan di meja makan itu. Dengan Hendery yang merasa bersalah atas pertanyaannya tadi.
"Nay, kamu berangkat sekolah sama suami kamu aja, ya."
"Engga, Bun. Naya mau berangkat sama Vika. Tadi subuh dia udah Whatsapp katanya mau jemput Naya."
"Iya, Nay, biar saya aja yang antar jemput kamu," ucap Jovan menimpali.
Gadis itu tetap menggelengkan kepala. "Gue gak mau. Nanti orang-orang mikir apa kalo gue dianter jemput om-om."
"Naya! Yang sopan kalo bicara, Jovan itu suami kamu."
Kanaya hanya mendengus setelah Hendery memberi sahutan padanya. Gadis itu beranjak, menggendong tas ransel miliknya.
"Naya berangkat dulu." Ia mencium tangan Hendery dan Nina bergantian.
"Kanaya...."
Gadis itu kembali berbalik setelah Ayahnya memanggil namanya. Dengan pandangan malas, Kanaya berkata. "Apa lagi, Yah."
"Salim dulu sama suami kamu."
Kanaya melangkahkan kaki ke arah Jovan ogah-ogahan dan meraih tangan kanan Jovan, mencium punggung tangan suaminya dengan pandangan terpaksa.

KAMU SEDANG MEMBACA
OM DOSEN
Literatura Faktu"Bingung mau manggil Bapak atau sayang." "Kanaya, pegang ucapan saya. Saya akan bertanggung jawab atas bayi ini." Berkisah tentang gadis SMA-Kanaya-yang hamil akibat "insiden" tak terduga bersama pria berumur 30 tahun bernama Jovan, seorang guru Dos...