25. Soulmate

15.9K 983 96
                                    

Sinaran terang mengajak gadis itu untuk segera membuka matanya dan menyiapkan diri menyongsong pagi. Suara kicau burung yang saling bersahutan, seolah menjadi lagu merdu serta menggambarkan lukisan angkasa indah di pagi hari.

Ia mengucek kedua bola matanya yang masih terasa berat, mengumpulkan kesadaran agar sepenuhnya pulih dari lelapnya tidur. Lalu ia merasakan ada lilitan tangan kekar yang setia melingkari perutnya dari belakang, seperti tak ingin gadis itu jauh-jauh darinya.

Kanaya segera membalikkan badan, dan seketika sosok laki-laki yang tengah tertidur nyenyak menyapa indera penglihatannya begitu mengagumkan. Ia tersenyum tipis memperhatikan raut wajah tampan sang suami, bersama jemari tangannya yang menyapu lembut permukaan kulit pipi Jovan.

Beberapa saat, Kanaya hanya terdiam merasakan hembusan napas teratur laki-laki yang ternyata tak terusik oleh sentuhan jari-jari mungil Kanaya yang menari indah diseluruh pahatan wajahnya.

"Sayang ... bangun." Bisiknya tepat di sebelah telinga sang suami.

Laki-laki itu menggeliat, namun enggan membuka matanya. "Ngh, bentar lagi," jawab Jovan dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Kamu bilang hari ini ada kelas pagi," kata gadis itu, sembari mendudukkan diri, mengikat rambut panjangnya.

"Iya bentar, 5 menit lagi."

Melihat Jovan yang kembali menggulung diri dengan selimut, Kanaya memilih beranjak dari ranjang, lalu menghempaskan napas pelan.

"Kalo 5 menit gak bangun, aku siram ya," ujarnya seraya mengambil handuk untuk bersiap mandi.

Di dalam selimut yang terasa sangat nyaman dan hangat, laki-laki itu hanya mengganggukkan kepala mengiyakan ucapan Kanaya yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu akan terlaksana atau tidak. Karena jujur saja, dia benar-benar sangat mengantuk akibat semalaman begadang menyelesaikan berkas-berkas perusahaan.

Tak berselang lama, Kanaya sudah selesai dengan ritual mandinya yang cukup singkat. Hal pertama yang dia lihat tatkala keluar dari kamar mandi adalah, bagaimana sang suami yang ternyata tengah terduduk di pinggiran ranjang sembari tertunduk lesu.

Ia menggelengkan kepalanya, lalu berjalan ke arah meja rias dan duduk di sana.

Kanaya beralih memegangi perutnya, mengelus permukaan yang sudah sedikit menonjol dengan lembut, lalu berkata, "Beruang madu, nanti kalo kamu udah gede, jangan jadi pemalas kaya Papa kamu, ya?"

Mendengar perkataan Kanaya yang cukup membingungkan, Jovan mengangkat kepalanya dengan bola mata yang masih setengah tertutup.

"Beruang madu siapa, Nay?" tanyanya pelan.

"Anak kita. Nama panggilannya beruang madu," jawab gadis itu.

Kanaya kembali mengelus perutnya, sedikit menoleh pada Jovan yang ternyata sedang memandanginya bingung.

"Nanti kalo Mama suruh bangun itu bangun ya, sayang. Jangan kaya Papa kamu tuh."

Merasa tersinggung, laki-laki itu lantas beranjak dari ranjang, menghempaskan napas berat dan beralih mengambil handuk hendak masuk ke dalam kamar mandi.

"Padahal kamu yang paling sering ngebo, Nay. Kok aku gak boleh. Gak adil banget." Gumamnya, namun ternyata Kanaya masih bisa mendengar gerutuan sang suami.

"Apa kamu bilang? Coba sekali lagi, tadi bilang apa, hm?" ucap Kanaya.

Mau tak mau Jovan kembali berbalik, seraya nyengir kuda ketika melihat Kanaya yang sudah berkacak pinggang.

"Hehe ... Enggak, sayang. Aku gak bilang apa-apa kok," katanya, mengangkat jari membentuk huruf V kemudian berlari kecil ke dalam kamar mandi karena takut terkena omel sang istri.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang