Matahari pagi yang baru saja menampakkan diri, dengan membawa cahaya terang yang mulai menyinari bumi. Cahaya yang terasa hangat itu kini mulai masuk menerobos ke celah-celah gorden di mana ada sosok perempuan masih tertidur pulas di dalam sana.
Nampak terganggu dengan silauan, Kanaya menggeliat, perlahan kedua bola matanya pun ikut bergerak terbuka menelisik seisi ruangan yang nampak tidak asing.
Masih dengan tingkat kesadaran yang minim, Kanaya menegakkan badan sembari memijat kepala yang terasa pening.
"Kok, gue ada di sini? Gue mimpi atau gimana sih? Akh, kenapa kepala gue pusing gini?" Monolognya.
"Tunggu ... kalo gue ngerasa pusing gini, berarti ini bukan mimpi. Terus kenapa gue ada di sini?" Gadis itu berusaha mengingat kejadian yang dialaminya hingga tertidur di tempat itu.
Kedua alisnya berkerut, dengan pikiran yang terus menerawang apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Tadi malem gue abis kelar ngerjain powerpoint, abis itu gue tiduran, tiba-tiba Bi Susi telpon terus bilang Jovan sakit." Kanaya terdiam sejenak, namun setelahnya ia berteriak kencang tatkala ia tersadar dengan semua potongan-potongan reka adegan di mana ia merawat Jovan semalam. "HAH! SEKARANG GUE INGET!"
Gadis itu lantas memukul kepalanya berulang kali. "Bodoh! Bodoh! Lo bodoh Kanaya! Kenapa lo pergi ke rumah ini, sialan! Sekarang gue harus gimana?" ujarnya, menggigiti kuku tangan gelisah.
Dan lebih mengejutkan lagi adalah ketika pandangannya tertuju pada jam dinding yang sudah menunjukan pukul 06.50 pagi. Itu artinya dia memiliki peluang besar untuk terlambat masuk ke kampus.
"SIAL! GUE KESIANGAN!"
Ia membelalakan bola mata, bergerak cepat beranjak dari tempat tidur menuju sebuah lemari yang ia harap masih ada baju-baju miliknya di sana. Karena tidak mungkin ia pergi ke kampus dengan menggunakan piyama, atau pulang ke rumah hanya untuk berganti pakaian, itu akan memakan waktu yang lebih lama lagi.
"Dasar dosen sialan! Kenapa gak bangunin gue! Awas aja, gue lempar ke palung mariana baru tau rasa!" Omelnya kesal.
Tidak membutuhkan waktu lama, Kanaya beringsut keluar dari kamar dengan tergesa-gesa. Dadanya semakin berpacu cepat mengingat pagi ini adalah kelas Jovan.
"Non? Non mau pergi ke kampus sekarang?" sahut Bi Susi, tatkala melihat Kanaya menuruni anak tangga.
"I-iya. Bibi kenapa gak bangunin Naya? Naya kesiangan nih, sekarang Naya mau langsung berangkat, takut telat," ucapnya.
"Anu, Non ... maaf, tapi Tuan yang melarang Bibi untuk membangunkan Non Naya."
Kanaya menghela napas panjang. Dia semakin kesal karena ternyata Jovan sengaja membuatnya tidur panjang dan terlambat pergi ke kampus.
Ia mengepalkan tangan kuat-kuat. "Dosen gila!"
"Terus sekarang dia di mana, Bi?"
"Tuan sudah berangkat dari tadi, Non," kata Bi Susi.
Kanaya tidak ingin berpikir jauh lagi tentang pria itu, dia sudah sangat kesal, ditambah waktu yang tengah memburu dirinya.
"Naya berangkat sekarang ya, Bi," ucapnya, berlari kecil.
Dengan langkah yang tergesa-gesa, tepat di teras rumah ia dihadang oleh Pak Toto yang membuat langkahnya terhenti lagi.
"Eh, Non ... maaf ini tas Non Naya, tadi Tuan suruh saya ke rumah Non Naya untuk bawa perlengkapan kuliah Non," kata Pak Toto, seraya memberikan tas yang sering dipakai gadis itu pergi ke kampus.
Teringat sesuatu, Kanaya menepuk jidatnya, benar juga, jika pergi ke kampus tanpa membawa alat tulis, apa yang akan dikatakan orang-orang?
"Aduh makasih banyak loh, Pak, kalo bukan karena Bapak, mungkin saya udah dihukum sama dosen saja karena gak bawa apa-apa," ucapnya tanpa jeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
OM DOSEN
Non-Fiction"Bingung mau manggil Bapak atau sayang." "Kanaya, pegang ucapan saya. Saya akan bertanggung jawab atas bayi ini." Berkisah tentang gadis SMA-Kanaya-yang hamil akibat "insiden" tak terduga bersama pria berumur 30 tahun bernama Jovan, seorang guru Dos...