36. Destroy you

10.2K 658 116
                                    

Udah siap dibikin darah tinggi lagi?
Ayok Bismillah dulu

•••🕊•••

Rencana liburan yang sudah disusun sedemikian rupa pada akhirnya harus pupus begitu saja. Menghabiskan waktu libur dengan sebuah masalah yang belum terselesaikan bukannya hal yang menyenangkan.

Sore itu, Jovan yang baru saja kembali dari kantornya segera disuguhkan oleh sang istri yang tengah menonton televisi bersama satu toples cookies dipangkuannya. Kanaya sama sekali tak mempedulikan kehadiran sang suami, dia terlalu fokus dengan serial kartun sembari melahap cookies buatan Bi Susi.

"Assalamualaikum ...."

Laki-laki itu menghela, langkah gontai mengajak Jovan untuk mendekat, mendaratkan diri di samping Kanaya.

"Kalo ada orang salam itu dijawab, Nay."

"Waalaikumsalam," jawab Kanaya seadanya.

Lagi-lagi Kanaya mengacuhkannya, dan lihatlah sekarang, bahkan gadis itu tak sedikitpun menoleh ke arahnya barang sedetik.

"Naya ... kamu masih marah? Aku harus gimana biar kamu percaya, hm?"

Seolah berbicara dengan benda mati, Jovan memilih merebut toples cookies dari sang istri.

"Ih! Balikin!" sahut Kanaya, berusaha meraih kembali toples itu dari tangan Jovan.

"Jawab semua pertanyaan aku, Kanaya. Jangan bikin aku bingung dengan semua sikap kamu ini. Sekali aja, apa kamu bisa bersikap dewasa?" ucapnya, menatap lamat Kanaya yang sudah mengeratkan rahang.

"Naya, jangan anggap pernikahan ini seperti sebuah permainan yang bisa kamu atur sedemikian rupa dan sesuka hati. Kamu gak bisa seperti ini ketika ada masalah, di sini ada aku, harusnya kamu juga pikirin perasaan pasangan kamu, dan coba bicarakan semuanya biar kita punya jalan keluar, sayang."

Kanaya bungkam, ia mencerna ucapan Jovan bulat-bulat. Gadis itu memilih mengalihkan perhatian ke sembarang arah, tidak mau sekedar membalas tatapan memohon sang suami.

"Aku cuma butuh bukti," ucapnya, melipat tangan, dan menatap lurus ke depan.

Suara helaan napas terdengar dari mulut laki-laki itu. "Bukti apa maksud kamu? Kalau kamu percaya sama suami kamu, harusnya kamu gak pernah nuntut bukti itu. Karena aku yakin, tanpa sebuah buktipun, hati kamu sudah tau mana yang benar dan salah, Kanaya. Dengan kamu seperti ini, itu semua sudah membuktikan kalau kamu gak percaya sama aku. Kamu lebih memilih dengar ucapan perempuan itu dari pada suami kamu sendiri."

Seketika, Kanaya menoleh cepat. Ia semakin mengeraskan rahang mendengar perkataan Jovan.

"Kenapa kamu natap aku seperti itu, Kanaya? Apa memang benar kamu gak pernah percaya sama suami kamu, hm?"

"Kamu gak ngerti gimana perasaan aku waktu Anita bilang dia hamil."

Suara helaan napas terdengar dari mulut Jovan. "Kanaya, coba kamu pikir, apakah masuk akal kalau perempuan itu hamil, dan tuduh aku ayah dari janin itu sementara aku sendiri gak pernah sentuh dia?"

Diam, gadis itu membisu seribu bahasa. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengepalkan tangan kuat-kuat, dengan tatapan yang masih tertuju pada sang suami.

"Oke. Kalau kamu masih mau bukti, kita bakal tes DNA janin itu. Supaya kamu tau kalau aku gak pernah khianati kamu, Kanaya."

Ting ...

Kanaya bergegas beranjak setelah mendengar bel rumah berbunyi, dan hal itu membuat Jovan refleks menarik tangan Kanaya tatkala istrinya hendak pergi.

OM DOSENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang