Ga ada konflik, ga seru... ygy
•••
Di taman sekolah, dengan suasana hening, ditemani semilir angin sore menyapu lembut rambut hitam Bima, laki-laki itu masih duduk di bangku dengan gestur gusar. Dengan sebuah ponsel di genggamannya, ia mengetik pesan singkat untuk wakilnya—Kanaya—namun kalimat itu ia hapus kembali berulang kali.
Entah, dia sendiri bingung kenapa akhir-akhir ini dia sering dilanda rasa gugup ketika berurusan dengan gadis itu. Padahal mereka sudah lama menjadi partner di sebuah organisasi. Ia mengacak rambutnya frustasi, apa yang harus dia lakukan? Apalagi sejak saat dia mengungkapkan perasaan pada Kanaya, sampai detik itu pula Bima belum mendapat jawaban yang jelas akan balasan hatinya.
"MONYET!"
"ANJIR, MONYET!"
Prak
Suara tawa kini memenuhi gendang telinga Bima, ia mengelus dadanya yang berdebar, memungut ponselnya yang sempat terjatuh ke rumput hijau.
Laki-laki itu memutar bola mata malas. "Lo bertiga ngapain sih?!"
"Lah? Emang napa? Gini ya, Bim, sebagai teman lo yang paling setia, gue gak mau lo kesambet setan gara-gara dari tadi ngelamun," ucap Haekal, disertai tarikan kedua alis yang mampu membuat Bima menarik napas dalam dan berdecak sebal.
"Lo semua udah selesai ekskul?" tanyanya.
"Udah lah, kalo belum mana mungkin kita samperin lo. Btw, Kanaya ke mana? Lo liat dia gak?" Itu Gabby, dia beralih duduk di samping Bima.
"Dia lagi ngobrol sama pembina OSIS di ruang guru. Kayanya Kanaya beneran mau keluar dari OSIS," ujar Bima yang langsung disambut belalakkan mata ketiga orang di sana.
"HAH! KELUAR?!" sahut mereka serentak.
Laki-laki itu mengerutkan kening. "Lho? Kalian belum tau soal ini? Emang Kanaya belum cerita sama kalian? Gue kira lo semua lebih tau duluan dibanding gue."
Vika, yang saat itu masing menganga terkejut akibat ucapan Bima angkat suara. "Kita gak tau apa-apa, Bim. Lo serius? Kapan Kanaya bilang kaya gitu? Terus, alasannya apa?"
Bima menggelengkan kepala. "Gue gak yakin, tapi dia bilang, dia udah gak bisa lanjut di OSIS karena harus homeschooling."
"Apa?! Homeschooling?! Itu artinya, dia bakal keluar dari sekolah juga dong?" ujar Gabby, masih tidak percaya.
Yang ada dalam pikiran ketiganya hanya, kenapa Kanaya tidak pernah menceritakan semuanya? Tentang dia yang memutuskan untuk keluar dari OSIS, lalu apa katanya tadi? Homeschooling? Untuk apa? Ini tidak masuk diakal, pasti ada sesuatu lain yang disembunyikan Kanaya.
Haekal mengusap wajahnya kasar. Baru satu langkah ia mengayunkan kaki hendak pergi menyusul Kanaya, Bima lebih dulu mencekal lengannya. "Lo mau ke mana?"
"Gue mau minta penjelasan sama dia. Ini aneh, Bim, Kanaya gak mungkin ngambil keputusan itu kalo gak ada apa-apa, lo ngerti gak sih?" ujar Haekal. Dia sampai tak habis pikir dengan tujuan sahabatnya yang satu itu.
"Iya gue tau. Gue juga ngerasa ada yang gak beres sama Kanaya." Bima menjeda ucapannya, ia menghela napas, lalu kembali berucap, "Tapi lo gak bisa maksa dia buat jujur sekarang. Karena gue rasa, ada sesuatu yang belum bisa dia ungkapin sama kita."
"Terus kita harus gimana?"
"Kal, Bima bener, kayanya Kanaya butuh waktu. Lo tau sendiri Kanaya orangnya kaya gimana. Dia gak mungkin nyimpen rahasia terus-terusan sama kita. Sekarang kita cukup tau aja dulu." Vika menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
OM DOSEN
Non-Fiction"Bingung mau manggil Bapak atau sayang." "Kanaya, pegang ucapan saya. Saya akan bertanggung jawab atas bayi ini." Berkisah tentang gadis SMA-Kanaya-yang hamil akibat "insiden" tak terduga bersama pria berumur 30 tahun bernama Jovan, seorang guru Dos...