Hal yang pertama kali yang Kanaya lakukan tatkala kesadarannya pulih walau tak sepenuhnya adalah, tangan mungilnya itu kini bergerak meraba-raba ranjang di sampingnya. Namun detik selanjutnya bola mata itu terbuka perlahan, melihat hanya ruang kosong yang ia raba. Ia segera bangkit dari tidur, pikirannya seketika bertanya-tanya ke mana sang suami di Minggu pagi ini?
Selepas itu ia bergegas beranjak dari sana, menuju kamar mandi untuk mencuci wajah, kemudian membuka gorden mempersilahkan sinar matahari masuk menerobos ruangan kamar. Kanaya beralih keluar menuju balkon, karena biasanya Jovan akan berolahraga di halaman depan. Namun, lagi-lagi ia tak melihat batang hidung sang suami di sana.
Ting
Suara notifikasi ponsel tiba-tiba mengalihkan perhatian Kanaya, ia kembali untuk melihat pesan masuk itu. Lalu seketika bibirnya tertarik membuat lengkungan manis tatkala membaca pesan dari Vika. Dengan sekali tarikan napas, kaki jenjang itu kembali bergerak meninggalkan kamar menuju lantai bawah.
"Pagi, Non." Sapa Bi Susi, tampak wanita itu tengah menata sarapan pagi ketika Kanaya menghampiri ruang makan, dengan harapan Jovan ada di sana, meski nyatanya ia tidak menemukan laki-laki itu.
"Pagi, Bi."
"Non cari tuan?" tanya Bi Susi, menyadari Kanaya yang terlihat celingukan seperti mencari sesuatu.
"Iya, Bi. Di mana ya?"
"Sejak tadi tuan di ruang kerjanya, Non. Belum keluar," ujarnya.
Kanaya mengangguk pelan setelahnya. Seperti biasa, Jovan akhir-akhir ini memang sangat sibuk dengan semua pekerjaannya, jika bukan urusan kampus, dipastikan laki-laki itu akan berkutat dengan banyak tumpukan berkas perusahan.
"Non mau sarapan sekarang?" tanya Bi Susi lagi.
"Hmm ... Naya minta tolong buat anterin sarapannya ke ruang kerja bisa gak Bi?"
"Ya sudah, nanti Bibi antar ke ruang kerja tuan, Non."
Kanaya tersenyum lembut sebelum akhirnya ia berbalik badan meninggalkan ruang makan menuju sebuah ruangan tempat kerja Jovan berada.
Cklek
Laki-laki yang masih mengenakan setelan piyama di dalam sana menoleh ketika Kanaya masuk ke ruang kerjanya dengan sebuah senyuman yang berhasil memberikan suntikan semangat baginya. Ia menghentikan kegiatannya tatkala sang istri sedikit berlari kecil ke arahnya, dan tiba-tiba duduk di pangkuannya seraya memeluknya manja.
"Kenapa, hm?" ucap laki-laki itu, mengelus puncak kepala Kanaya.
"Kangen," kata Kanaya dengan nada suara yang cukup manis.
Jovan terkekeh beberapa saat, lalu berkata, "Kalo kaya gini pasti ada maunya nih."
"Enggak kok, emang beneran kangen," ujarnya, seraya semakin menelusupkan kepala di ceruk leher Jovan.
Laki-laki itu hanya terdiam, membiarkan Kanaya yang bergelayut manja, dengan sebelah tangannya memegang kendali mouse guna menggulir layar komputer di depan.
Kanaya menghempaskan napas pelan. "Jadi kamu gak kangen sama aku?" katanya lagi, memberengut sebal.
"Bukan gitu, sayang. Aku juga kangen."
"Terus kenapa liat komputer terus, bukan liat aku."
"Sebentar lagi beres kok. Sabar ya."
Gadis itu beralih merogoh sesuatu di dalam saku piyamanya, lalu memberikan benda pipih itu pada Jovan. Tak perlu waktu lama untuk mengerti apa yang dimaksud Kanaya, ia beralih membaca pesan yang ditampilkan di layar ponsel Kanaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
OM DOSEN
Non-Fiction"Bingung mau manggil Bapak atau sayang." "Kanaya, pegang ucapan saya. Saya akan bertanggung jawab atas bayi ini." Berkisah tentang gadis SMA-Kanaya-yang hamil akibat "insiden" tak terduga bersama pria berumur 30 tahun bernama Jovan, seorang guru Dos...