40

285 29 10
                                    

Beberapa hari berlalu, namun perang kedua belum juga reda.

Di setiap detiknya, pasti ada saja serangan yang diluncurkan, entah secara langsung ataupun tidak. Meski beberapa kali sempat terhenti karena terpaksa mundur untuk menyusun strategi baru, namun tak ada yang namanya kata 'berakhir', justru semakin intens.

Suara senjata yang saling berbenturan, teriakan yang entah dari mereka yang perang atau warga yang diteror ketakutan, berita di dunia manusia menyebutkan bahwa perang kali ini sesuai prediksi..- lebih parah dari yang sebelumnya.

Tentara dan buster dunia manusia pun sampai harus mengeluarkan senjata dan memperketat penjagaan di lingkaran depan tembok kabut. Sedangkan warga yang tinggal di sekitar sana untuk sementara mengungsi ke tempat lain.

Keadaan ini membuat rasa benci bangsa manusia terhadap dunia mitologi seolah semakin berakar kuat.




Junlin tak tahan.



Ia membuka pintu kamarnya dan melangkah keluar dengan tergesa-gesa.

"Junlin! Mau kemana kamu?!" tanya sang ibu yang panik saat melihat anaknya tersebut tiba-tiba memakai sepatu dan membuka pintu depan.

Junlin hanya diam karena pikirannya yang penuh membuatnya seakan tuli.

"He Junlin!"

Wanita itu menarik lengan Junlin, membuat si pria manis mendongak dengan kaget.

"Jangan gegabah, nak!"

"Tapi...-"

"Junlin..."

Junlin menoleh, dan sang ayah sudah menatapnya tegas sambil menggelengkan kepala.

"Jangan ikut campur. Itu masalah mereka." sambung sang ayah.

Junlin diam-diam mengepalkan tangannya. Ia benar-benar berada di ambang kebingungan.

"Baiklah." lirihnya, lalu kembali masuk ke kamar.

Tapi siapa yang menyangka?

Pertama kalinya, Junlin benar-benar mengingkari perintah orang tuanya.

Ia mengunci pintu kamarnya, lalu berjalan mendekati jendela. Dibukanya perlahan kusen jendela tersebut, melongokkan kepalanya ke bawah sambil menelan ludah berat.

'Sialan...'

Tepat di bawah jendelanya, terdapat semak-semak yang lebat. Ia meringis. Jika ia turun disana, suaranya akan terdengar cukup nyaring.

Pada akhirnya, ia lebih memilih untuk melepas sepatunya. Membiarkan telapak kakinya tergores ranting semak, yang penting ia berhasil melompat dari sana. Untuk sebuah alasan, ia merasa sedikit lega saat akhirnya berhasil sampai di luar pagar rumahnya.



'Aku ingin bertemu... semoga kau baik-baik saja...'



Junlin menggelengkan kepalanya sejenak, lalu menunduk untuk memakai kembali sepatunya. Namun, seseorang berjubah hitam tiba-tiba mendarat di depannya. Ia perlahan mendongak.

"Huh?"

"Jangan pergi."

Junlin terkejut dan terhuyung selangkah ke belakang.

Red Organdy 2 | QiXin ft. XiangLin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang