Bab 16a. Lembar-lembar Rahasia

2.8K 288 5
                                    

"Panas, nih. Ayo, masuk ke mobil!"

Jelas Mami seperti mencari jeda agar aku tak mendesaknya berbicara soal Celine. Namun,sikapnya itu justru membuat rasa ingin tahuku semakin besar.

"Kamu udah jadi pertimbangin usulan Mami untuk pindah ke Planet Kidz?" Ia bertanya saat mobil melaju di jalanan.

"Nara masih bingung, Mi. Planet Kidz kan jauh dari sini ... kalau Nusa Indah dekat, bahkan bisa jalan kaki perginya."

"Itu mah soal gampang, nanti biar Mami suruh supir di rumah antar jemput kamu."

"Nara bicarakan dulu sama Mas Bian, Mi," ucapku lemah.

"Ya udah, sekarang kita ke rumah Mami, ya. Udah lama kamu nggak ke rumah."

Apalagi yang bisa dilakukan selain menurut? Siapa tahu mungkin nanti aku bisa kembali mengorek informasi tentang Celine atau masa lalu Bian pada Mami.

Tak berbeda jauh dengan rumah Arga, kediaman Mami juga sangat luas dan megah. Seingatku ada delapan kamar di rumah berlantai dua ini. Saat baru menikah, aku sempat tinggal di sini selama dua minggu, sebelum akhirnya Bian memboyongku ke rumah sederhana kami yang berjarak cukup jauh dari tempat ini.

Kamar pengantin kami dulu berada di lantai dua, dengan balkon langsung menghadap ke kolam renang yang  berada di lantai bawah.

"Kapan-kapan kalian nginap di sini, ya! Sepi banget, pada jarang ke sini."

Mami menuangkan jus jeruk yang baru saja disajikan oleh asisten rumah tangga padaku

"Dulu Mami berharap salah satu dari anak Mami ada yang mau tinggal sama kami ... Bian tuh, seharusnya dia mau tinggal di sini sama kamu, biar Mami nggak kesepian."

Aku hanya tersenyum samar sebelum meneguk minumanku. Keluhan Mami soal anak bungsunya itu memang tak pernah ada habisnya.

"Uhm, kalau nggak salah Mami pernah cerita kalau Mas Bian dulu kuliah musik, ya, Mi?" tanyaku setelah Mami memuntahkan keluhannya soal apa saja. Tentang Bian, tentang Bapak yang selalu sibuk, tentang cucu-cucunya yang jarang datang kalau tidak disuruh.

"Oooh ... Mami kok lupa, ya, pernah cerita soal itu padamu," elaknya dengan wajah terlihat enggan.

"Ada dulu. Terus Mas Bian berhenti dan ngikutin saran Bapak untuk pindah jurusan dan kuliah di Jakarta."

"Bian ... nggak pernah cerita ?"

Aku menggeleng. "Tapi semalam Mas Bian ngajak Nara ke suatu tempat. Katanya dulu dia sering manggung di situ"

"Oh ya? Mami malah nggak tahu, lho." Suaranya terdengar antusias.

"Di sana Nara dikenalin sama Celine, mamanya Chacha."

Aku mencoba bersikap biasa-biasa saja, sambil menunggu reaksi Mami, walau rasa penasaran ini sungguh membunuhku.

"Iya si Celine itu sahabatnya sejak SMA," ucap Mami setelah terdiam sejenak.

"Hanya sahabat atau ...."

"Mereka hanya bersahabat. Jangan mikir yang bukan-bukan." Mami tersenyum lebar walau ada yang berbeda pada sorot matanya.

"Dulu itu Bian, Celine, Davin dan kembarannya Elena bersahabat saat SMA."

"Oh, jadi Elena itu kembaran Davin ayahnya si Adam yang kecebur sama Nara waktu itu?" Aku kembali mengenang hari ulang tahun Najwa yang penuh drama.

"Iya. Chacha muridmu itu kembarannya si Adam, anaknya Davin."

Kali ini aku melongo, tak menyangka dengan penuturan Mami barusan.

"Jadi ... Celine itu istrinya Davin?"

Mami mengangguk.

"Davin kerja di luar kota? Nara nggak pernah lihat dia selama mereka jadi tetangga kami. Bahkan kenal sama Celine juga baru semalam di tempat itu, padahal kami udah bertetangga selama lebih dari sebulan." Aku tak kuasa menyembunyikan rasa penasaran.

"Mami malah baru tahu kalau Celine pindah ke kompleks kalian. Nanti biar Mami tanya sama Bian ... itu gimana ceritanya kok bisa Celine kabur ke sana." Walau tak terlalu kentara tapi aku bisa melihat wajah Mami tampak geram bercampur gelisah.

"Kabur?"

Mami menghela napas panjang. Matanya menerawang. Sepertinya permasalahan seputar Celine ini suatu hal yang pelik untuk diceritakan.

"Rumah tangganya dulu memang ada sedikit masalah. Udah clear sebenarnya, hanya saja Mami nggak nyangka kok bisa kayak gini." Mami tersenyum miris. "Ya, udah, deh, nggak usah kita urus mereka. Mending makan, yuk. Tadi Mbok Min Mami suruh masak masakan Padang. Semoga kamu suka."

Pembicaraan seputar Celine berhenti sampai di situ walau menyisakan banyak pertanyaan di benakku. Kepingan puzzle yang kususun terasa semakin rumit.

Aku jadi teringat pertemuan dengan Davin tempo hari. Bukan tak mungkin saat itu dia ingin menemui Celine, tapi batal. Sikap Bian yang tampak tak suka pada Davin juga menyisakan tanya di hati. Oh, jangan bilang mereka terlibat cinta segitiga. Tapi, apa iya Bian setega itu bermain api dengan istri sahabatnya sendiri?

Memikirkan hal itu saja sudah membuat perutku mulas.

Tbc

Versi lengkap bisa dibaca di kbm app akun saya lia_musanaf 🥰

ALWAYS YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang