Apa yang biasanya dilakukan oleh kebanyakan kaum perempuan saat akan pergi ke suatu acara penting?
Yup! Melamun di depan lemari yang terbuka lebar. Kebingungan sendiri memilih pakaian apa yang sekiranya pantas dikenakkan. Kemudian mengeluarkan dan memadu madankan semua pakaian yang ada, lalu setelahnya nelangsa karena berpikir tak ada satu pun yang sesuai selera.
Aku adalah satu dari kebanyakan perempuan itu. Tak peduli sudah berapa kali aku mematut diri di cermin, tetap saja tak ada baju yang kurasa cocok dipakai untuk acara nanti malam. Sepertinya aku butuh baju baru. Akan tetapi aku juga tidak tahu model seperti apa yang pantas untuk menghadiri acara tersebut.
Tadi setelah sarapan Mas Bian hanya bilang, "Nanti malam ada acara kantor, jam tujuh kita pergi."
Hanya itu. Tanpa penjelasan apa-apa lagi, karena dia langsung pergi entah ke mana. Menyebalkan! Padahal hari Sabtu begini dia biasanya mendekam di rumah saja, sibuk dengan gadget atau ikan-ikan koinya.
Bunyi pintu kamar yang dibuka oleh Mas Bian mengejutkanku. Aku sama sekali tidak menyadari kalau dia sudah pulang, mungkin karena terlalu fokus memilih pakaian.
Dia terlihat agak shock saat memindai kamar kami yang penuh oleh pakaian yang berserakan. Hati-hati dia melangkah di sela-sela lantai yang tak tetutup kain, lalu melepas jaket dan menggantungnya di kapstok.
Aku sangat malu saat dia menoleh sekilas ke arahku, apalagi penampilanku benar-benar lagi "nggak banget". Ketika dia masuk tadi, aku belum selesai berganti pakaian.
Entah apa yang dia pikirkan saat melihat separuh badanku terbuka, dan separuh lagi masih tertutup gamis. Tak cukup sampai di situ, rambutku yang panjang tersangkut resleting yang membuatku terpaksa membenamkan kepalaku lebih dalam ke leher gamis. Astaga, rasanya ingin tenggelam ke dasar bumi saat ini juga.
"Aku nggak tahu Mas pulang. Maaf kamarnya berantakan."
Walau tahu dia tidak merespon, tapi aku terus saja bicara demi mengurangi tasa malu.
"Nanti aku bereskan ... Awww!"
Rambutku tertarik semakin keras karena melepas gamis terburu-buru. Rasanya sakit sekali.
Mas Bian hanya melirik sekilas, lalu keluar tanpa berkata apa-apa.
Ya, Tuhan! Apa sedikit pun dia tak ingin bertanya apa yang terjadi? Atau apa aku butuh bantuan?
Sambil bersungut-sungut aku merapikan kamar. Perkara pakaian apa yang akan kupakai nanti malam belum juga bisa kuputuskan. Ah, terserahlah, kalau pun nanti salah kostum, aku tak peduli. Biar Mas Bian juga ikut malu sekalian!
Ternyata butuh waktu cukup lama membereskan semua kekacauan yang sudah kubuat. Aku hampir saja bertubrukan dengan Mas Bian--yang entah kapan masuk kembali ke kamar-- saat akan memasukkan pakaian ke dalam lemari.
Ia mendecak dengan raut sebal, lalu menyodorkan sebuah paper bag berlogo sebuah butik pakaian muslimah yang cukup terkenal di kota ini.
"Nih!"
Aku yang masih terkaget-kaget, menerima kantung itu penasaran.
"Ini apa?"
"Untuk nanti malam," jawabnya datar, lalu berjalan menuju meja kerjanya yang terletak di sudut kamar.
"Baju untukku?!" Aku terpekik kegirangan. Secepat kilat aku membuka kantung tersebut dan mengeluarkan tunik berwarna merah gelap, kulot hitam dan kerudung bermotif dengan warna senada yang sangat cantik.
Seperti biasa Mas Bian tak menjawab. Ia tampak fokus pada layar komputer di depannya.
Oh, baiklah. Cuekin saja aku terus semaumu, Mas. Aku tak peduli!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS YOU
Romance~Terkadang orang terdekatlah yang menorehkan luka paling dalam~ Innara pikir dinikahi oleh cinta pertamanya, Bian, akan berujung bahagia. Apalagi, keluarga Bian yang menjodohkan mereka sangat menyayangi Innara. Namun, siapa sangka pernikahan tersebu...