Menunggu dalam ketidakpastian selalu berhasil membuatku uring-uringan. Sudah jauh-jauh hari kukatakan pada Mas Bian kalau Sabtu sore kami harus menghadiri pesta ulang tahun keponakannya. Ia memang tidak memberi tanggapan apa-apa waktu itu, tapi seharusnya dia paham, kan? Tidak mungkin kami tidak datang ke acara tersebut. Apalagi Mami juga beberapa kali mengingatkan via telepon agar kami datang.
Sudah pukul setengah tiga, tapi batang hidungnya belum juga kelihatan. Jangan bilang dia lupa karena keasyikan nongkrong setelah main futsal.
Aku kembali menghubunginya, tapi teleponnya tidak diangkat sama sekali.
"Biaaan!" Aku berharap teriakanku bisa mengurai rasa sebal yang menggumpal di dalam dada. "Menyebalkan!" Kali ini aku melempar bantalan kursi ke lantai. Tak tahu lagi harus bagaimana.
Ponselku bergetar, dan terpampang kontak Mami di layar.
"Udah di jalan?" sapanya tanpa basa-basi.
"Belum, Mi. Mas Bian belum pulang."
"Astaga, Bian!" Mami mendecak sebal. "Ya, udah. Kamu naik taksi aja ke sini. Acaranya udah mulai, nih!"
Perkataan Mami bagai titah Ibu Suri yang tidak bisa disanggah. Aku segera memesan taksi online sambil menenangkan detak jantung. Jujur ini kali pertama pergi ke rumah saudara Mas Bian sendirian. Mami dan Bapak memang memperlakukanku dengan baik, tapi aku kesulitan berbaur dengan keluarga lainnya. Sejak menikah, aku baru beberapa kali bertemu mereka, itu pun hanya saat ada acara di rumah Mami.
Butuh waktu satu jam hingga akhirnya sampai di kediaman mewah milik kakak Mas Bian nomor satu, Mas Arga. Sesaat aku melongo di depan pagar besi berukir yang kokoh menjulang ke langit. Tinggi sekali. Dari celah-celah pagar terpampang halaman super luas, mungkin seluas lapangan sepak bola di kampung halamanku.
Seorang security berwajah ramah menghampiri dan mempersilakan masuk saat kukatakan bahwa aku adalah adik ipar Mas Arga. Sempat terlihat raut ragu pada awalnya, tapi ia segera memepercayai saat aku memperlihatkan foto pernikahanku dengan Mas Bian. Beberapa kali ia mengucapkan permintaan maaf.
Walau sempat sebal pada security itu, tapi saat melihat mobil mewah yang berjejer di halaman aku jadi maklum. Sepertinya hanya aku tamu yang datang dengan layanan taksi online. Aku tersenyum miris sembari mengelap peluh yang mulai bercucuran di dahi. Jarak dari gerbang utama ke rumah bak istana ini lumayan jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki di bawah terik matahari pukul empat sore. Namun, demi titah mertua terhormat sang Ibu Suri Agung aku rela melakukan ini semua. Termasuk menghalau rasa tidak percaya diri ketika berbaur bersama sekitar seratusan orang berpakaian indah yang menatapku dengan sorot mata yang sulit diartikan saat kami berpapasan. Yang pasti, di tengah gemerlapnya penampilan mereka, aku bak obor keabisan minyak. Nyalaku suram dan mengganggu pemandangan.
Mami bilang hanya pesta sederhana. Ah, tentu saja sederhana versi Mami berbeda dengan versi dalam bayanganku. Ini jauh sekali dari kata sederhana. Pesta ulang tahun Najwa, bocah lima tahun ini, adalah pesta ulang tahun termewah yang pernah kudatangi. Tanpa sadar aku meremas kantong kertas berisi kado yang kupilihkan untuknya. Berharap dapat memutar waktu, dan memilihkan kado yang lebih pantas dan lebih bagus.
Aku tak melihat Mami maupun keluarga lain yang kukenali. Semua wajah ini asing, dan aku tidak tahu harus bagaimana selain mencoba tersenyum mengurai kecanggungan.
Aku jelas datang terlambat, dan melewatkan acara potong kue. Pembawa acara saat ini sedang memimpin games entah apa yang membuat anak-anak yang berkerumun di dekat panggung menjerit-jerit bahagia.
Para orang tua mencicipi beraneka kudapan di meja sembari mengobrol. Beberapa dari mereka sibuk dengan ponsel di tangan, tenggelam dalam layar di hadapan, seperti tak ingin diganggu. Mungkin lebih baik mencari tempat yang bisa membuatku tak terlihat, walau tentu saja cukup beresiko kalau Mami justru menyangka aku tidak datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS YOU
Romance~Terkadang orang terdekatlah yang menorehkan luka paling dalam~ Innara pikir dinikahi oleh cinta pertamanya, Bian, akan berujung bahagia. Apalagi, keluarga Bian yang menjodohkan mereka sangat menyayangi Innara. Namun, siapa sangka pernikahan tersebu...