Bian baru pulang sekitar pukul sepuluh pagi, setelah Hans datang dan langsung menggantikannya berjaga di rumah sakit. Wajahnya tampak kuyu seperti kurang tidur."Bagaimana Mbak Celine, Mas?"
"Udah nggak apa-apa sekarang. Untung cepat ditangani. Dia kebanyakan minum, jadi kayak keracunan alkohol gitu. Lambungnya ternyata juga bermasalah ... Chacha gimana? Aman semalam?"
"Aman, kok."
Bian tersenyum melihat gadis kecil itu sedang bermain lego dengan Raffa di ruang tamu.
"Aku mandi dulu. Nanti kita ke rumah sakit bareng-bareng. Uhm, kamu bisa minta tolong sama Chacha untuk bawain barang-barang pribadi Celine?"
"Oke, biar sekarang aku ajak dia ke rumahnya untuk berkemas."
Bian mengangguk, dan tersenyum sekilas padaku. "Makasih, ya."
Sejenak aku tertegun. Untuk apa ia harus mengucapkan terima kasih segala? Seolah-olah Celine adalah keluarganya dan aku orang lain. Aku buru-buru mengusir pikiran itu sebelum menjadi liar dan membuat kondisi hati menjadi buruk.
Mereka bersahabat, dan kebetulan kami juga bertetangga. Jadi ini murni hanya soal kemanusiaan saja. Aku seharusnya tidak boleh berpikir terlalu jauh, bukan?
**
Walau sudah melihat rumah Celine semalam, tapi aku benar-benar baru menyadari kalau kamarnya sangat berantakan. Bantal berserakan di kasur, sprei yang kusut dan botol-botol minuman keras yang tergeletak di karpet bernoda. Aura di kamar ini suram dan pengap, mungkin karena jendelanya tidak terbuka, dan kain gorden yang juga tertutup rapat.
"Chacha tahu dimana tas untuk bawa pakaian Mama?"
Gadis kecil itu membuka lemari, dan menarik sebuah tas jinjing, lalu menyerahkan padaku. Untuk ukuran anak berusia lima tahun, ia tampak jauh lebih dewasa dari umurnya.
"Pakaian Mama di mana? Tolong ambilin, ya!"
Chaca membuka pintu lemari di sampingnya dan menyuruhku mendekat.
"Chacha aja yang ambilin, Tante nggak tahu. Kita bawa beberapa pakaian ganti, sama pakaian dalam. Mungkin Mama harus nginap beberapa hari."
Dengan patuh ia memilah-milah pakaian. Mungkin saking bersemangatnya, saat gadis kecil itu menarik sehelai piyama, tumpukan kain di atasnya berantakan dan jatuh menimpa kepalanya.
"Hati-hati, Sayang!" Aku membantunya menyusun kembali pakaian itu. "Ya, udah biar Tante aja. Chaca cukup ngasih tahu di mana letaknya, oke?"
Setelah hampir selesai membereskan pakaian mamanya, gadis itu pamit untuk mandi dan berganti pakaian di kamarnya.
"Chaca bisa sendiri?"
"Bisa, kok. Selama ini Chaca mandi dan ganti baju sendiri." Ia tersenyum bangga memamerkan giginya yang ompong.
"Wah, Chaca pinter banget, sih. Ya, udah mandinya yang bersih, terus pakai baju bagus. Abis itu kita jenguk Mama."
"Siap, Tante."
Aku terenyuh melihat wajah polosnya yang tampak antusias. Entah hidup seperti apa yang harus ia jalani selama ini. Terpaksa berpisah dari ayah dan saudara kembarnya, dan harus tinggal dengan ibu pemabuk seperti Celine.
Setelah memastikan perlengkapan yang akan kami bawa masuk ke dalam tas semua, aku menutup pintu lemari. Namun, gerakanku terhenti saat melihat dua helai foto terselip di sela-sela pakaian dalam di dasar lemari. Mungkin terjatuh saat tadi Chacha mengambil pakaian ibunya.
Foto berukuran 3R itu sudah agak lusuh dan sobek sebagian. Di foto pertama tampak Celine yang berseragam SMA sedang bermain piano dan Bian yang duduk sambil memegang gitar. Di sebelah Bian terdapat bekas sobekan, tapi aku bisa melihat ada tangan seseorang tengah memeluk bahunya.
Foto kedua hampir mirip, Bian memainkan piano, tak jauh darinya Celine duduk sambil tertawa. Lagi-lagi aku melihat bekas sobekan di samping Bian yang menyisakan sebuah tangan sedang memeluk bahu lelaki itu.
Sungguh aku tak berniat lancang. Namun, rasa penasaran membuatku mencari-cari di sela-sela tumpukan pakaian kalau saja ada foto berikutnya. Namun, nihil.
Ingatanku melayang pada malam pertama aku bertemu Celine di pub. Aku jadi menduga-duga, mungkin dulu perempuan itu pernah satu band dengan Bian saat SMA. Entah apa yang terjadi hingga Bian berhenti bermusik. Namun, yang pasti Celine tidak. Seperti cerita Chacha semalam yang sempat menyinggung pekerjaan ibunya sebagai guru piano, dan juga sesekali manggung di beberapa tempat pada malam hari.
Suara langkah Chacha menyadarkanku. Kedua foto itu buru-buru kupotret memakai kamera ponsel, sebelum akhirnya meletakkannya kembali ke bawah tumpukan pakaian yang terlipat dalam lemari.
***
Di aplikasi kbmapp udah tamat ya, akun saya lia_musanaf 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS YOU
Romance~Terkadang orang terdekatlah yang menorehkan luka paling dalam~ Innara pikir dinikahi oleh cinta pertamanya, Bian, akan berujung bahagia. Apalagi, keluarga Bian yang menjodohkan mereka sangat menyayangi Innara. Namun, siapa sangka pernikahan tersebu...