25-Konser Siola

8.2K 554 21
                                    

Alara terkejut saat mengetahui bahwa Jani tidak pulang sendiri, melainkan bersama mertuanya--Nyonya Graha Hana Prasasmita. Wanita itu lantas menyalami sang mertua.

"Kok Mama gak bilang-bilang dulu ke Alara, kalo mau mampir?" tanya Alara mengikuti langkah mertuanya memasuki rumah.

"Gak perlu. Ada hal penting yang ingin Mama bicarakan sama kamu dan Lanang." Ucapnya, wanita yang berprofesi sebagai Dokter Bedah itu menoleh ke arah Jani yang ikut duduk di sebelahnya. "Aira, kamu ke kamar dulu, ya, sayang. Nenek mau ngomong berdua sama Mama kamu."

Jani melirik Mamanya sekilas, lantas mengangguk. Cewek itu kemudian masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan dua wanita dewasa yang tengah terlibat perbincangan cukup serius.

"Mama udah bilang ke Lanang, dia lagi dalam perjalanan." Ucap Dokter Hana melepaskan jas putih nya. Wanita paruh baya itu memijit pangkal hidung, hari ini jadwalnya cukup padat.

"Alara buatin Mama minum dulu." Alara hendak berdiri dari duduknya. Namun, Dokter Hana mencegah. "Tidak usah repot-repot, Mama gak akan lama."

"Tapi, Ma..?"

"Alara, please jangan perlakukan Mama seperti itu. Toh kalo Mama mau minum, Mama bisa kok ambil sendiri. Kamu jangan terlalu kecapean.."

Alara tertawa kecil. "Seharian ini Alara gak ngapa-ngapain kok Ma.."

"Alara.." Panggil Dokter Hana. "Besok Mama kirim dua pelayan Mama buat datang ke sini. Biar mereka yang ngurus rumah..."

"Gak Ma. Aku sama Lanang, udah sepakat buat gak pakai pembantu. Lagian aku udah terbiasa.." Ucap Alara tersenyum berusaha menenangkan kecemasan mertuanya.

"Mama gak mau dengar penolakan kamu. Keputusan mama udah bulat, Mama bakal ngirim pembantu ke sini." Final Dokter Hana. Wanita itu mengusap bahu Alara. "Biar kamu lebih fokus ke Jani dulu."

"Ma...?" Alara menatap mata mertuanya. Jangan sampai apa yang dikhawatirkan Alara terjadi. Namun, melihat mertuanya mengangguk, dada Alara tiba-tiba sesak.

Dokter Hana tersenyum. "Sejauh ini Mama masih bisa mengatasinya. Kamu jangan khawatir."

"Alara takut..."

"Di mana Lanang?" Wanita itu mengecek notifikasi ponselnya, apa sang Putra sudah membalas pesannya atau tidak. Namun, pesannya hanya dibaca oleh Lanang. Wanita itu mendengus. "Suamimu tidak berubah, Alara. Dia masih saja jual mahal sama Mama.."

"Apa semuanya akan baik-baik saja, Ma...?" Alara menatap kosong ke depan. Foto-foto keluarga kecilnya yang terpasang di dinding, membuat sekujur tubuhnya bergetar. Takut. Alara takut jika suara tawa yang selalu mendominasi ruang tamu di setiap malam minggu akan menghilang. Kali ini Alara menoleh ke arah tangga menuju kamar Jani. Mata perempuan itu terpejam. Tak kuasa membayangkan apa yang ada di dalam benaknya.

"Itu tidak akan terjadi, Alara. Percaya sama Mama.." Dokter Hana memeluk menantunya. Wanita itu menenangkan Alara. "Sebagai seorang Dokter, Mama tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada cucu Mama, Alara. Percaya itu."

"Ma ada apa?"

Lanang melemparkan tas kantor nya ke sembarang arah. Pria itu langsung duduk di samping istrinya. "Alara ada apa?"

"Begini caramu tiap kali pulang kerja!" Dokter Hana menimpuk kepala putranya menggunakan bantal sofa. "Seharusnya kamu mengucapkan salam!"

"Situasinya beda, Ma." Ucap Lanang. "Bagaimana Lanang sempat mengucapkan salam, jika istri Lanang tengah menangis?"

Pria itu meraih bahu Alara. Di tatapnya mata sembab istrinya. "Ada apa..?"

Alara menggeleng. "Tidak apa-apa."

TENTANG LAKAPALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang