47-Jejak Luka

16.3K 793 29
                                    

Sekitar tiga puluh menit lamanya, sosok pemuda yang masih memakai seragam yang tampak acak-acakan itu masih berdiri termenung di tempat pemakaman. Sedangkan, sang surya perlahan-lahan mulai bersembunyi, tampak enggan melihat luka di mata pemuda itu.

Tatapannya yang sejak tadi terpaku pada gundukan tanah yang diatasnya ditaburi bunga-bunga, membuat hatinya serasa ditikam oleh benda tak kasat mata.

Hati nya lebih sakit lagi, ketika mata sayu nya menatap figura foto seorang gadis yang diletakkan di dekat nisan bertuliskan nama dari seorang gadis yang dimakamkan beberapa jam yang lalu.

Lakapala mengalihkan pandangan, dan saat itu juga air matanya meluruh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lakapala mengalihkan pandangan, dan saat itu juga air matanya meluruh. Dia gagal menahan air mata yang ditahannya sejak awal memasuki tempat ini. Sungguh, senyuman gadis di foto itu perlahan-lahan terasa mengiris tubuh Lakapala. Sakitnya di mana-mana.

Satu menit dua menit, Lakapala masih membiarkan rasa sakit yang hampir membuat nya roboh jika seseorang tidak segera menahan punggung nya dari belakang.

Orang yang menahan tubuh Lakapala bergetar hebat. "dia pergi, Lak..." bisik nya lirih.

Kemudian sepersekian detik setelah mendengar suara itu, Lakapala kembali menguasai dirinya sendiri. Lakapala tertawa. "Ini sebuah lelucon, kan Fan?"

Azfan tidak menjawab, akan tetapi dia terisak pilu. "Ini bukan lelucon, Lak. Ini nyata!"

"Nggak. Ini bohong." kata Lakapala menggelengkan kepala, lalu menoleh kepada Azfan yang berdiri kaku di belakang nya. "Semua ini nggak benar, kan Fan?"

Azfan menggeleng. "Ini benar Lak, Jani udah pergi.." tangan Azfan menyentuh bahu Lakapala. "percaya gak percaya, lo harus percaya ini, Lak!"

"Beri gue bukti kalo Jani emang benar-benar udah pergi Fan!" Lakapala mulai mendesak. "Selama ini dia baik-baik aja, dan hari ini semua orang bilang kalau Jani udah meninggal! Gimana gue bisa percaya!"

"Lak.." Tangan gemetar Azfan menunjuk makam Jani. "Ini semua belum, cukup Lak..?"

"Ini rekayasa!" sentak Lakapala. Tubuhnya mulai melemas, kala matanya melirik gundukan tanah yang masih basah itu. "Ini semua cuma sandiwara!"

"Sandiwara..?" Azfan menatap Lakapala penuh prihatin. "Bercanda tentang kematian seseorang itu gak lucu, Lak.."

"Hahahaha!" Lakapala tertawa pedih. Ia menunjuk wajah Azfan. "Lo juga lagi bohongin gue kan Fan?! Kalian semua mau misahin gue sama Jani!"

"NGGAK ADA YANG MAU PISAHIN LO SAMA JANI!" bentak Azfan. Cowok itu menatap tajam Lakapala. "Lo harus bisa nerima fakta ini Lak!"

"Gak bisa!" Perlahan-lahan Lakapala berjongkok di samping kuburan Jani. Cowok itu menyentuh nisan Jani. "Jani ayok bangun, lo gak mungkin ninggalin gue kan sayang?"

"Jani..." Lakapala memanggil Jani dengan nada begitu lembut. Akan tetapi mata cowok itu mulai berkaca-kaca. "Katanya semalam lo mau telponan kan sama gue? Ayok sekarang bangun, kita telponan sampai pagi Jani..."

TENTANG LAKAPALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang