Lakapala menggeret koper dengan ukuran kecil dalam memasuki rumah besar berlantai dua. Yang didapati Lakapala pertama kali saat kakinya menapaki rumah besar itu adalah sosok Bik Dasti--pembantu Gautama yang telah bekerja selama 15 tahun di rumah ini.
Wanita itu menyambut Lakapala dengan senyuman khasnya. "Selamat datang, Den."
"Basi!" ketus Lakapala melewati wanita itu. Sedang Pak Hardi mengangguk pelan pada Bik Dasti, supaya wanita itu memaklumi sikap anak bungsu dari Tuan Saka ini.
Bayangan dirinya sewaktu kecil mulai bermunculan di setiap langkah Lakapala menuju kamarnya. Kenangan itu menghantui Lakapala.
"Telan!" Dika memaksakan Lakapala menelan nasi yang sudah basi dalam jumlah banyak. "Habisin!!"
Gigi-gigi Lakapala gemeretak, menahan geram. Bayangan itu belum usai, muncul lagi bayangan lainnya. Kali ini Lakapala kecil tengah meringkuk di atas ranjang, tubuh kurusnya menggigil hebat, lalu muncul Dika yang kala itu berusia 10 tahun dari ambang pintu.
"Akh!!"
Mata Lakapala terpejam kuat. Dia ingat sekali kejadian itu di kamar ini. Dika mencambuknya menggunakan ikat pinggang lelaki itu. Pedih, luar biasa.
"Dika sialannn!" Lakapala melempar vas bunga yang ada di atas nakas kamarnya ke lantai, mengakibatkan suara yang terdengar seperti kaca pecah itu sampai ke ruang tengah. Bik Dasti yang mendengar suara itu berlari tergopoh-gopoh menaiki satu persatu undakan tangga menuju kamar Lakapala.
Wanita itu panik. "DEN LAKA?!!" Bik Dasti mengetuk pintu kamar Lakapala keras. "DEN TIDAK APA-APA?!"
"PERGIII!!!" Lakapala berteriak kencang dari dalam kamarnya. "JANGAN GANGGU GUE SIALAN!!"
"TAPI DEN...?" Bik Dasti masih berujar panik, dia takut terjadi sesuatu pada Lakapala di dalam. "SAYA TELEPON TUAN DIKA, YA DEN?!"
"GUE BILANG PERGI BANGSAT!!!"
Bik Dasti pasrah. Wanita itu menjauh dari daun pintu, dengan perasaan yang masih cemas Bik Dasti kembali ke dapur. Melanjutkan aktivitas nya memasak makanan siang untuk Lakapala. Selama Lakapala pergi, Bik Dasti hanya memasak di pagi hari, dan malam saja. Untuk siangnya, Bik Dasti tidak memasak, mengingat bahwa si sulung tidak pernah makan siang di rumah.
Bukan suara pecahan kaca lagi yang terdengar, namun kali ini suara bel rumah yang dipencet berkali-kali. Bik Dasti mematikan kompor, kemudian pergi untuk membuka pintu.
"Sebentar!"
Sedang orang yang berada di luar itu, menelisik pekarangan rumah Lakapala. Luas sekali. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat koleksi mobil-mobil pemilik rumah ini. Selain itu, dia juga mengagumi desain rumah Lakapala. Tidak salah lagi, Gautama memang keluarga terpandang.
"Siapa..?" Sosok wanita paruh baya itu, mengalihkan fokus pria itu.
"Ini benar rumahnya Lakapala?"
"Benar." Bik Dasti mengamati penampilan pria di depannya. Biasanya pria seperti ini, adalah rekan-rekan bisnisnya Dika.
Pria berkemeja cokelat itu merasa risih diperhatikan seintens itu, oleh wanita paruh baya ini. "Lakapala-nya, ada..?"
"Ah, iya. Ada, Pak ada. Mari.." Bik Dasti mempersilahkan pria itu masuk. "Den Laka, ada di kamarnya Pak. Biar saya panggilkan."
"Tidak perlu." Ucap Bang Jack. "Boleh antar saya ke kamar Lakapala?"
Bik Dasti membulatkan mulutnya. "Apa, pak?"
"Antar saya ke kamarnya, Lakapala." Mengerti isi pikiran wanita paruh baya itu. Bang Jack melanjutkan kalimatnya. "Ada hal penting yang ingin saya bicarakan, dengan Lakapala."

KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG LAKAPALA
Genç Kurgu"Ganggu pacar gue, lo mati!" Lakapala Bramasta Gautama seperti Bintang. Ia merupakan gitaris kebanggaan band Legendaris SMA SANTANA membuat nama cowok itu bersinar. Parasnya, nyaris sempurna. Pun dengan gemilang prestasinya di segala bidang membuat...