Fathin merentangkan kedua tangannya ketika melihat sosok Lakapala muncul dari balik pintu. Anak perempuan dengan kerudung berwarna pink itu, menubruk kaki Lakapala.
"Mas Laka!" sambut anak perempuan itu riang. "Biskuit Fathin!"
Lakapala berjongkok, mensejajarkan tinggi nya dengan Fathin. Cowok bermata hitam pekat itu, mengelus kepala Fathin yang terbalut kain segi empat berwarna pink cerah. "Maaf, Mas Laka lupa beliin Fathin biskuit, sebagai gantinya Mas Laka beliin Fathin permen yupi."
Fathin memainkan ujung kerudung nya, anak itu tengah merajuk sebab Lakapala tidak membawakan biskuit kesukaan anak itu.
"Besok deh, Mas Laka beliin Fathin biskuit," Lakapala mengeluarkan satu toples permen yupi, kemudian ditunjukkannya pada Fathin. "Mau gak? Kalau gak mau Mas Laka bakal kasih pacarnya Mas, gimana?"
Walaupun tak mengerti jelas bahasa Lakapala. Namun, anak itu sepertinya mengerti jika dia tidak segera mengambil permen itu, maka Lakapala akan memberikan orang lain. Fathin lantas mengambil permen itu dari tangan Lakapala.
Wajah Fathin ditekuk, kemudian tanpa mengatakan ucapan terimakasih. Anak perempuan itu berbalik, ia berjalan gontai menuju saudara kembarnya yang tengah mengerjakan sesuatu di karpet ruang tamu.
Di sana bukan hanya ada Fathan, Azfan dan Juan pun ada di sana. Kedua cowok itu tampak memperhatikan Fathan yang sedang fokus pada buku-bukunya.
"Cil warna biru gak bagus, coba pakai warna hijau. Pasti lebih bagus!" Suara Azfan terdengar sampai ke ambang pintu.
Alis Lakapala berkerut mendapati keberadaan Azfan di rumahnya. Biasanya cowok mesum itu sedang berada di apartemen nya bersama Saira. Lakapala lebih heran lagi, saat melihat keberadaan Juan.
Lakapala meletakkan kantung kresek berisi cokelat dan permen di atas meja, kemudian duduk di sebelah Juan. "Ngapain ke sini?"
Juan mengedikkan bahu, tampak acuh atas kedatangan Lakapala. Sebaliknya Juan mengendus-endus tubuh Lakapala. Kala mencium aroma asing dari tubuh Lakapala. "Habis ngapain sama Jani?"
Azfan yang sedang membantu Fathan memilih warna yang cocok untuk gambar anak lelaki itu, menoleh ke tempat Lakapala dan Juan. Tiba-tiba seringai aneh terbit di bibir tebal Azfan.
Azfan menatap Lakapala seraya mengedipkan mata, menggoda Lakapala. "Hayo ngaku lo? Lo habis naena kan sama Jani?"
Pergerakan tangan Fathan, yang sedang menggosokkan ujung crayon dengan kertas, terhenti. Anak lelaki itu menatap Azfan, bingung. "Habis makan?"
Azfan menoyor dahi Fathan. "Lanjut gambar! Jangan nimbrung obrolan orang dewasa!"
"Tante Tita mana?" ucap Lakapala menghindari tatapan tanda tanya Juan.
"Di ruang kerjanya bang Dika." jawab Juan, lantas kembali mengetik balasan untuk seseorang. Setelahnya, cowok itu memasukkan ponsel ke dalam saku. Dia kembali mengamati pekerjaan Fathan.
"Si Dika udah pulang?"
"Udah, dia yang bukain gua sama Jun pintu tadi." Jawab Azfan, sambil memotret Fathan. Cowok itu memandang kagum hasil jepretan nya. "Bibit unggul lo, Cil. Ganteng parah!"
Dalam hitungan detik, wajah Lakapala berubah keruh. Menyadari perubahan sikap Lakapala, Juan menyikut lengan cowok itu. "Jangan ganggu Bang Dika buat sementara waktu, Lak. Dia kelihatan lagi capek banget tadi."
Lakapala mendengus geli, sembari menepis pelan siku Juan. "Gue tau, dia ke LA bukan buat ngerjain proyek, palingan dia habis tidurin jalang-jalang di sana.."
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG LAKAPALA
Novela Juvenil"Ganggu pacar gue, lo mati!" Lakapala Bramasta Gautama seperti Bintang. Ia merupakan gitaris kebanggaan band Legendaris SMA SANTANA membuat nama cowok itu bersinar. Parasnya, nyaris sempurna. Pun dengan gemilang prestasinya di segala bidang membuat...