28-at 02:00

10.3K 556 11
                                        

Setelah kepergian Lakapala, Jani menyandarkan punggung kecilnya pada jendela balkon. Cewek itu mengatur detak jantung nya yang masih berpacu cepat, akibat perlakuan Lakapala yang barusan.

Jani berbalik, ia sedikit menyingkap gorden jendela balkonnya. Namun, hanya terlambat beberapa detik, Lakapala sudah pergi bersama motornya. Cewek itu tersenyum tipis, mengingat ucapan Lakapala sebelum pergi.

"Gue pergi, ya. "

Jani memegang kepalanya, yang sempat diacak-acak oleh Lakapala ketika berpamitan. Pipi Jani kembali bersemu merah, padahal ini bukan kali pertamanya Lakapala mengacak-acak rambutnya, tapi kenapa ia tidak bisa mengendalikan detak jantung nya saat bersama cowok itu?

Jani berjalan menuju meja belajarnya sambil senyum-senyum. Dan tak lama terdengar ketukan pintu dari luar, membuat cewek itu urung membuka buku paket Fisika, lantas berjalan menuju pintu.

"Kenapa, Ma?" kata Jani mendapati mamanya tengah menatap Jani dengan tatapan menggoda.

"Ada teman kamu di luar," ucap Alara. Wanita itu, mengelus rambut Jani penuh sayang. "Temuin dia, gih! Tapi jangan lupa pakai baju hangat,"

"Emangnya kenapa mama gak suruh dia masuk aja?" ujar Jani berjalan masuk ke kamar, membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar.

Alara mengikuti putrinya dari belakang seraya berkata. "Mama udah minta dia buat masuk, tapi dianya nolak. Katanya lagi buru-buru."

Jani memakai hoodie hitam kebesaran milik Lakapala, membuat tubuh mungilnya benar-benar tenggelam di hoodie itu. "Lagian siapa sih, Ma tumben banget ada yang cariin Jani."

Sedang Alara memperhatikan Jani yang tengah bersiap-siap, melihat putri nya memakai liptint membuat Alara tersenyum. "Mama masih gak nyangka kalo kamu udah besar, Jani.."

"Ya gak mungkinlah Jani tetap jadi bayi, Ma!" Tuhkan, sikap Jani jika sedang bersama orangtuanya berbeda. Cewek itu cenderung lebih cerewet, dan manja. Berbeda dengan sikap yang selalu Jani perlihatkan pada orang lain yang cenderung pemalu dan tertutup.

"Minum air putih dulu sebelum keluar." Peringat Alara saat Jani keluar dari kamarnya dengan setengah berlari.

Jani mengacungkan jempolnya pada sang Mama sambil menuruni tangga. "Siap, Ma!"

Lanang yang tengah menyantap makan malamnya di meja makan pun sampai berkerut, melihat tingkah sang putri yang meminum air putih dengan tergesa-gesa. "Minumnya pelan-pelan." kata Lanang.

Jani tidak sempat mendengar ucapan sang Papa, karena terlalu buru-buru untuk keluar. Cewek itu penasaran, siapa yang mau menemuinya malam-malam begini selain Lakapala. Tidak mungkin, Adiba kan?

Yang pertama kali Jani lihat ketika ia membuka pintu adalah, sosok cowok yang memakai kemeja putih polos yang dipadukan dengan celana jeans selutut berwarna cream tengah membelakangi nya.

Dengan perasaan was-was Jani perlahan berjalan menuju sosok cowok itu. Dari jarak tiga langkah, Jani memberanikan diri untuk membuka suara terlebih dahulu.

"Siapa, ya?"

Sosok cowok itu tidak langsung berbalik, melainkan terdengar suara tawa nya yang tidak asing di telinga Jani.

"Dean..?" tebak Jani mengamati gerak-gerik cowok itu. Benar saja, setelah Jani berkata demikian cowok itu berbalik seraya tersenyum.

"Apa kabar?"

"mm, baik.." jawab Jani canggung, cewek itu mengalihkan pandangan ke arah lain, berusaha agar netranya tidak bertubrukan dengan netra Dean.

"Lo takut liat gue ya?"

TENTANG LAKAPALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang