36-He's a criminal

9.1K 602 29
                                    


"Perasaan ini akan tetap sama, walau kau menyuruh pergi.."__Lakapala Bramasta Gautama.

***

" Jani, lo tau?" Lakapala menatap dalam mata Jani, sambil mengelus rambut kekasih nya itu penuh sayang. "Manusia yang paling bahagia di dunia ini, adalah mereka yang tidak pernah memikirkan kenapa orang lain bahagia."

"Laka salah satunya..?"

Lakapala menggeleng. "Sayangnya gue termasuk ke orang-orang yang memikirkan kenapa orang lain bahagia, Jani."

Jani mengerjap pelan, menarik kembali pikiran nya ke realitas yang ada di depannya sekarang. Cewek itu menggigit bibir bawahnya, Lakapala tengah di seret paksa oleh Pak Sundan untuk pergi ke ruangan Kepala Sekolah. Meninggalkan Jani yang masih berdiri kaku, menanti penjelasan Lakapala terhadap apa yang dilihat nya barusan.

"Sekarang Jani mau jadi orang yang tidak memikirkan kenapa orang lain, bahagia. Laka.." ia menunduk. "Mungkin dengan cara itu, Jani bisa bahagia.." ucapnya, mengulang kata-kata Lakapala satu tahun yang lalu.

Jani menghela napas singkat, sambil memandang layar ponsel nya yang masih menyala. Menampilkan puluhan pesan yang hanya di baca oleh Lakapala.

Anda.
Laka hati-hati ya. Jangan lupa makan, kayak biasanya. Sesibuk-sibuknya kamu, kamu harus sempat buat makan. Demi tubuh kamu. 🤍

Isi terakhir dari pesan cewek itu untuk Lakapala beberapa saat yang lalu, sebelum ia menemukan keberadaan Lakapala, yang kelihatan sedang memeluk seorang cewek dari belakang.

Jani tidak ingin berpikiran yang tidak-tidak mengenai apa yang dilihat nya, mungkin saja ia salah paham. Namun, semakin dekat ia dengan kedua orang itu, ia semakin merasa sesak setelah mengetahui orang yang berada di balik tubuh Lakapala adalah Adiba.

Cewek itu melangkahkan kaki nya menaiki undakan tangga menuju lantai kelas dua belas sembari menunduk, tepat ketika sepatu kets berwarna hitam itu menapaki lantai kelas dua belas, sebuah sepatu vans hitam berhenti di depan Jani.

"Kenapa lagi?" suara penuh perhatian itu, Jani mengenalnya. Pasti Azfan. Jani mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Lalu tanpa bisa dicegah nya, air mata yang sedari tadi di tahannya lolos di depan cowok bermata sipit itu.

"Fafan.." Jani memanggil Azfan dengan nama panggilan sewaktu kecil. "Laka.."

"udah ketemu?"

Jani mengangguk lesu. Pandangannya berserobok dengan sepasang mata hitam. Cepat Jani menundukkan wajah. Ia tidak ingin membuat Azfan semakin khawatir, beberapa hari ini ia telah membuat Azfan kerepotan karenanya.

"terus kenapa sedih gitu?" Azfan menghembuskan napas, si pecundang itu rupanya mulai berani berprilaku semena-mena pada adiknya. "sekarang dia di mana?"

"Di ruangan Kepsek.." Jani menghela napas panjang. Matanya di kerjap-kerjapkan seolah kelilipan guna menghalang buliran bening yang sudah berkumpul di sudut mata. Lalu dengan senyum lebar yang sepenuhnya di paksakan, Jani memberanikan diri memeluk Azfan.

Azfan yang kaget, melotot. Namun, beberapa detik kemudian dia menepuk-nepuk kepala Jani. "Nggak apa-apa, Lakapala lagi banyak masalah." pikiran cowok itu mulai mencari-cari alasan logis agar Jani tidak meragukan Lakapala sedikit pun, kurang baik apalagi ia terhadap Lakapala? Decih Azfan.

TENTANG LAKAPALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang