Chapter 3

45 5 0
                                    


◇◇◇

"Junnnggg!" Seru Jina seraya mendekap erat boneka beruang kesayangannya, boneka beruang yang mulai usang. Walau begitu, Jina tak akan membuang Jung sekalipun badan boneka itu sudah beberapa kali dioperasi akibat sudah terlalu renta. Jina tak akan bisa jika sehari saja tidak memeluk Jung. Bahkan dia membawa Jung kala ia berkuliah di Australia dulu. Dia benar-benar menyayangi Jung. Meski hanya benda mati tak berdaya, Jina sudah menganggap Jung sebagai sahabatnya. Juga, Jung adalah tempat Jina mencurahkan keluh kesahnya setelah Jira.

Jina menjauhkan Jung dari tubuhnya, membuat boneka itu menatap padanya. "Eomma cantik 'kan hari ini?" Lalu menggerakkan kepalanya mengangguk.

"Ah... Gomapta. Kau suka dengan baju baru Eomma ini?" Dan membuatnya mengangguk lagi.

Jina tersenyum lebar seraya memeluk Jung erat. "Kau memang anak yang baik." Jina mengusap sayang kepala Jung sejenak sebelum meletaknya di atas kasur, di samping bantalnya.

"Hari ini Eomma akan mulai bekerja. Kau baik-baik di sini. Arrachi?" Jung mengangguk lagi.

"Kiyeowo." Jina terkekeh jenaka. "Daddy!" Pekik kemudian, terkejut. Ia berbalik dan mendapati Jungkook berdiri di hadapannya.

"Wah... sepertinya kau sudah ingin menjadi seorang Ibu, ya?" Goda Jungkook dengan senyum geli tersemat di bibir.

"Aku memang menganggap Jung anakku dari dulu, Dad." Bantah Jina namun malu-malu. Wajahnya bersungut-sungut. Ia malu karena menjadikan Jung anaknya, seolah dia sudah ingin berumah tangga. Namun sedetik kemudian Jina tersenyum lebar. "Daddy... apa aku terlihat cantik dengan jas ini?" Tanya Jina seraya menunjukkan snelli putih yang melekat di tubuh.

"Kau selalu cantik dengan apa saja, seperti Mommy." Jina tersenyum tersipu. Ia perhatikan Jungkook yang meraih figuranya di atas nakas. Itu adalah fotonya. Gambar dirinya kala ia disumpah menjadi seorang dokter. Melihat mata ayahnya berkaca-kaca, mau tak mau membuat Jina juga ikut berkaca-kaca. Bahkan penglihatannya mulai buram tertutup air mata. Jika Jungkook bersuara, ia yakin air mata itu akan tumpah ruah.

Jungkook sendiri tak percaya, gadis kecil yang dulu selalu merajuk padanya itu kini sudah besar, tumbuh begitu cepat. Gadis manisnya sudah berhasil menjadi seorang dokter muda seperti apa yang gadis itu impikan sejak kecil. Bangga, tentu saja. Pula, Jungkook tak menyangka jika waktu berjalan begitu cepat tanpa terasa.

"Ah... Daddy sudah semakin tua. Eotteokkhae..." lirih Jungkook. Nada suaranya terdengar panik di akhir kalimat. Membuat Jina semakin berkaca-kaca. Kedua tangannya gadis itu lingkarkan di pinggang Jungkook.

"Daddy..." lirihnya. Tapi dia tak ingin bersedih. Ini bukan waktu yang tepat untuk bersedih. "Daddy tetap Daddy yang paling tampan yang pernah aku temui, tak peduli setua apa pun Daddy." Jungkook tersenyum seraya mengacak sayang rambut Jina.

"Kau memang anak yang manis, Sweety." Jina tersenyum kembali. "Ayo, Mommy pasti sudah menunggu kita." Sambil berangkulan, Jina dan Jungkook keluar dari kamar Jina.

"Selamat pagi!" Seru Jina penuh semangat.

"Selamat pagi, Euisanim." Balas Jira dengan senyum yang mengembang sempurna.

"Mom..." rengek Jina malu-malu. Dia selalu merasa tersipu tiap kali Jira memanggilnya dokter. Benar memang, dia sudah lulus dari pendidikan kedokterannya. Tapi Jina merasa dia belum pantas dipanggil dokter jika belum bekerja di rumah sakit atau mengobati pasien. Dan beruntungnya, ini hari pertama Jina bekerja di rumah sakit setelah melewati proses panjang untuk bisa bergabung dengan Busan International Hospital, menjadi bagian dari Busan International Hospital. Dan ini hasil jerih payahnya sendiri. Tanpa ada campur tangan Jungkook yang memiliki banyak koneksi, atau Jimin yang merupakan donatur utama Busan International Hospital, maupun Seokjin direktur Busan International Hospital.

Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | FinishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang