◇◇◇Hayoon berjalan dengan sedikit berlari menyusuri koridor rumah sakit. Sesekali disekanya air mata yang terus bercucuran. Pagi-pagi sekali tadi, saat dia baru tiba di rumah setelah mengantar Jiho sekolah, Hayoon mendapat kabar jika Jimin mengalami kecelakaan dan sedang dirawat di rumah sakit. Tentu gegas Hayoon menemui suaminya itu. Rasa cemasnya - karena Jimin tak pulang semalam - terjawab sudah. Opini buruk mengenai Jimin lenyap begitu kabar ini yang Hayoon terima.
Kembali dia berlari setelah keluar dari elevator, menuju ruang rawat Jimin. Dia tak merasa terganggu berlari dengan Cheonsa yang berada dalam gendongan. Dan begitu berdiri di depan ruang rawat Jimin, Hayoon membukanya dengan cepat, tampak laki-laki itu tengah duduk menatap nanar ke arah jendela rumah sakit.
"Jim..." panggil Hayoon lirih. Air matanya kembali menetes melihat kepala Jimin dilit perban cukup tebal. Hayoon menutup pintu dan berjalan pelan mendekat pada Jimin. Sejauh yang ia amati, hanya luka di kepala dan luka gores ringan di sudut mata yang ia lihat ada pada Jimin. Dan ia harap tidak lebih dari itu.
"Appa..." mendengar suara Cheonsa memanggilnya, Jimin menoleh dan tersenyum manis pada balita itu. Tanpa basa-basi mengambil Cheonsa dari Hayoon dan membawanya ke dalam dekapannya. Mendekap dan menciumi putrinya itu dengan penuh kasih sayang, lalu memeluknya erat. Membuat balita itu tersenyum senang. Sepertinya rasa rindu balita itu setelah sehari tak bertemu dengannya terobati.
"Jim... apa yang sudah terjadi? Mengapa kau bisa seperti ini?" Tanya Hayoon pelan, nyaris berbisik. Rasanya ia tak sanggup bersuara melihat bagaimana Jimin mengacuhkannya.
Tak ada respon dari Jimin. Dan Hayoon tahu akan seperti ini nasibnya. Jimin sibuk bermain dengan Cheonsa, mengabaikan kehadirannya.
"Aku ingin bicara." Lagi-lagi Jimin tak memberi respon. Menoleh pun tidak. Dia benar-benar tak menganggap kehadiran Hayoon di sana.
"Jim, jebal..." dan perempuan itu akhirnya menyeka air matanya. Suaranya juga sudah parau dan bergetar. Berhasil menghentikan Jimin yang sedang bermain dengan Cheonsa. Jimin tahu Hayoon menangis meski perempuan itu berusaha untuk menyembunyikan tangisannya. Dan Jimin benci Hayoon menangis. Seberapa besar kekecewaan yang Jimin telan terhadap istrinya itu, tetap ia tak akan bisa melihat atau mendengar Hayoon menangis.
"Eomma..." putri mereka agaknya juga tahu jika Hayoon sedang menangis. Ia merangkak, mendekat pada Hayoon. Namun Jimin menahan tubuh balita itu.
"Berikan Cheonsa padaku." Pinta Hayoon melihat Jimin sedikit memberi atensi padanya. Perlahan ia raih tubuh Cheonsa. Menggendongnya, lalu ia bawa balita itu pergi. Ingin sekali rasanya Jimin bertanya; kemana Hayoon akan membawa Cheonsa. Namun hati Jimin masih terlalu beku, belum bisa dicairkan dengan apa pun sekalipun dengan air mata Hayoon. Respon kecilnya tadi hanya bentuk keterkejutannya mendengar Hayoon menangis, tak bermaksud memberi atensi penuh pada istrinya itu.
Hayoon mengetuk pintu ruangan Seokjin, dan mendapat izin untuk masuk dari dalam. "Oppa..." panggil Hayoon dengan senyum hangatnya kala ia buka ruangan Seokjin, dan mendapati lelaki itu sedang duduk tenang di kursinya, tampak santai.
"Hai..." Seokjin balas tersenyum hangat. "Hai, Cheonsa... Sudah lama kita tidak bertemu. Kau sudah besar dan semakin cantik, persis seperti Ibumu. Kemari... Samchon sangat merindukanmu." Cheonsa ikut tersenyum hangat, persis seperti ibunya. Detik berikutnya dahi Seokjin mengerut menyadari mata Hayoon yang sembab. "Kau... baik-baik saja, Hayoon-ah?" Tanyanya khawatir begitu Hayoon duduk di seberangnya, dan benar-benar menangkap mata sembab Hayoon dengan jelas.
"Hm." Perempuan itu tersenyum tipis.
"Jimin masuk rumah sakit semalam. Kau sudah tahu, 'kan?" Hayoon mengangguk kecil. Matanya kembali digenangi air mata. Sebisanya ia jaga air mata itu agar tidak menetes di hadapan Seokjin. Dia tak ingin dokter tampan itu mengkhawatirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | Finish
Storie d'amoreMenikah di usia muda memang menjadi keputusan paling nekat yang pernah Jungkook ambil dalam hidupnya. Banyak yang ia korbankan demi bisa melindungi gadis yang dicintai. Masa depan, masa remaja, kebebasan, semua Jungkook korbankan demi bisa melindung...