◇◇◇
"Aku ke kantor sebentar."
Pamit Jimin."Hm."
"Kau tak apa 'kan belanja sendiri?" Tanyanya seraya menatap sang istri khawatir.
"Eung. Lagipula kau hanya sebentar, 'kan?" Jimin tersenyum dan mengusap sayang kepala Hayoon. Hayoon turut mengukir senyum yang sama lalu keluar dari mobil. Ia melambaikan tangan pada Jimin sebelum laki-laki itu berlalu. Begitu Jimin menghilang dari hadapannya, Hayoon berbalik, masuk ke dalam supermarket yang berada di balik punggung.
"Hayoon-ah?" Suara itu membuat Hayoon mendongak ketika tangannya menyentuh gagang pintu supermarket.
"Oppa?" Panggil Hayoon dengan nada sedikit terkejut. Sama dengan nada si pemanggil ketika memanggilnya barusan. Dia Kim Seokjin. Hayoon agak terkejut sebenarnya melihat laki-laki itu setelah cukup lama mereka tak bersua. Dari gerak-geriknya saat ini, Hayoon yakin Seokjin sedang mencari tahu dengan siapa ia datang.
"Kau sendiri?" Hayoon mengangguk. "Bisa kita bicara sebentar?" Seokjin melirik kursi yang ada di depan supermarket. "Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan." Alih-alih lanjut berbelanja, Hayoon malah mengangguk menuruti kemauan Seokjin.
"Wae geuraeyo, Oppa?" Tanya Hayoon saat mereka sudah duduk berseberangan di kursi depan supermarket.
Seokjin menghela napas panjang. Air mukanya berubah seketika, terlihat seperti menahan sebuah penyesalan yang begitu besar. Dan Hayoon mulai merasakan ada yang tidak beres di sini.
"Mianhae..." sesal dokter yang tetap terlihat tampan itu - kendati usianya sudah berada di penghujung empat puluh - dari hati terdalamnya. Hayoon bisa merasakan penyesalan lelaki itu. Namun perempuan yang sudah menginjak kepala empat itu heran, atas dasar apa Seokjin tiba-tiba meminta maaf padanya?
"Maaf? Untuk apa? Aku tidak mengerti." Mata Seokjin mulai memerah. Penyesalan, rasa kecewa terhadap diri sendiri dan rasa sakit itu menguar memenuhi hatinya. Dia lelaki bejat, bahkan lebih bejat dari Jimin dulu. Dengan teganya ia khianati perempuan berhati lembut di hadapannya ini. Tanpa memikirkan perasaannya, ia sakiti perempuan itu. Dan andai saja Hayoon membencinya, Seokjin siap. Ini risiko yang akan ia tanggung jika ia mengungkapkan semuanya. Ia tak ingin menutupinya lagi. Toh sekarang itu sudah menjadi prioritas hidup Seokjin. Seokjin menggantungkan hidupnya pada mereka sekarang. Apa pun tanggapan Hayoon kepadanya tak ia pedulikan lagi. Namun bukan berarti dia tidak peduli terhadap perasaan mantan kekasihnya itu.
Sebelum menceritakan rahasia hidupnya yang sudah dua puluh enam tahun ia tutup rapat, Seokjin menghela napas berat. Mempersiapkan diri untuk menguraikan segala kebejatannya selama ini. "Dari hatiku yang paling dalam, aku meminta maaf padamu, Hayoon-ah. Maafkan aku karena aku sudah-"
"Appa..." suara yang berasal dari balik tubuh Seokjin mencuri atensi Hayoon sekaligus Seokjin. Keduanya menoleh ke asal panggilan. Dahi Hayoon mulai mencetak kerut samar menatap gadis asing yang muncul di tengah-tengah percakapan ia dan Seokjin. Gadis itu memanggil Seokjin Appa. Yang mengindikasikan bahwa Seokjin adalah ayahnya. Tapi Hayoon tak pernah tahu jika Seokjin memiliki seorang putri yang sudah dewasa. Malah mungkin lebih tua daripada Jiho. Mendengar kabar Seokjin menikah saja Hayoon tak pernah. Lalu dari mana datangnya anak itu?
Saat dia menghampiri ia dan Seokjin, gadis itu tersenyum. Dan senyuman serta cara ia tersenyum persis Seokjin sekali. Jika Seokjin menjadi seorang perempuan, gadis itu lah gambarannya. Pikir Hayoon dalam hatinya.
"Appa, ayo, Eomma pasti sudah menunggu kita di rumah." Dan mendengar kata Eomma meluncur dari bibir gadis itu membuat kerutan di dahi Hayoon semakin terlihat jelas. Gadis itu menoleh padanya. Membuat Hayoon yang tertangkap sedang memperhatikannya tersenyum kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | Finish
RomansaMenikah di usia muda memang menjadi keputusan paling nekat yang pernah Jungkook ambil dalam hidupnya. Banyak yang ia korbankan demi bisa melindungi gadis yang dicintai. Masa depan, masa remaja, kebebasan, semua Jungkook korbankan demi bisa melindung...