Chapter 7

74 7 0
                                    

Happy reading

— || —

.

.

.

"Kurasa kita tak perlu ke rumah sakit." Tolak Jimin dengan enggan, ia membalikkan badan membelakangi Hayoon, memejamkan mata kembali.

Hayoon menarik tangan Jimin sekali lagi, sedikit lebih kuat dari sebelumnya. Lelaki itu masih bermalas-malasan di atas ranjang. "Shireo! Pokoknya kita harus ke rumah sakit. Kau harus tahu apa yang aku lakukan di sana." Hayoon terus menarik tangan Jimin sekuat tenaga, memaksa agar tubuh suaminya itu tidak lengket di atas ranjang. Hayoon terus menarik Jimin, berkali-kali. Tapi tak membuahkan hasil. Sementara Jimin, hanya dengan sekali sentakan, perempuan itu sudah berada di atas tubuhnya.

"Memangnya apa yang kau lakukan di sana?"

"Aku tidak akan memberitahu sebelum kau melihatnya sendiri."

Jimin memutar bola matanya jengah. Hayoon memang keras kepala. "Geurae. But, give a me hot morning kiss." Giliran Hayoon yang memutar bola matanya. Dan semuanya memang akan berakhir seperti ini. Lelaki itu memang selalu pandai memanfaatkan keadaan.

"Eomma, apa kita jadi ke rumah Uncle Jung?" Hayoon bersyukur dalam hati. Kedua anaknya datang dan menyelamatkan dirinya dari ciuman yang Hayoon tahu bukan hanya sekadar ciuman biasa. Jimin menoleh dan menatap kedua anaknya yang sudah tampak siap pergi. Jika dia menolak ajakan Hayoon, kedua anaknya pasti akan kecewa. Jimin diam-diam meraba saku piyamanya, sesuatu yang ia simpan semalam masih ada di sana. Baiklah, mungkin ini juga waktu yang tepat untuk membahas perkara yang bercokol dalam hatinya, yang juga mengganggu isi kepalanya sejak beberapa hari ke belakang.

"Eomma dan Appa... ingin melakukan apa?" Tersadar dengan posisinya, Hayoon segera beranjak dari atas tubuh Jimin.

"A-aniyo..." ia tersenyum kaku melihat putrinya tersenyum geli, seolah mengejek. "Tunggu sebentar. Eomma mandi dulu." Bergegas Hayoon masuk ke dalam kamar mandi, menyelamatkan wajahnya yang memerah.

"Eomma kiyeopta." Gumam Jiho seraya terkekeh kecil kala menangkap bagaimana merahnya wajah sang ibu.

"Kemari." Jiho dan Cheonsa berlari mendekat pada Jimin yang duduk di pinggir ranjang dengan tangan merentang.

.

.

"Ji..." panggil Hayoon saat melihat Jungkook memijit tengkuk Jira, membantu memudahkan wanita itu mengeluarkan cairan dari mulutnya. Mereka sedang berada di wastafel kamar mandi.

"Dari kemarin Imo seperti itu terus, di sekolah juga seperti itu." Kadu Jiho. Mereka - Hayoon, Jimin, Jiho dan Cheonsa - menyaksikan pemandangan itu dari depan pintu kamar mandi.

"Mungkin dia hamil." Desis Jimin lalu berbalik menuju ruang bersantai diekori oleh Jiho.

"Hamil." Cheonsa membeo, lalu berlari mengejar Jiho dan Jimin. Sementara Hayoon masih diam memperhatikan. Hamil? Jika benar Jira hamil, rasanya tidak mungkin. Tak ada perubahan yang signifikan dari tubuh perempuan itu. Pikirnya.

"Kau tidak membawanya ke rumah sakit, Jung?" Tanya Hayoon dengan nada menuntut saat pasangan muda itu melewatinya.

"Noona tahu sendiri, 'kan, dia ini keras kepala. Aku setengah mati membujuknya ke rumah sakit, tapi dia tidak mau." Kadu Jungkook. Hayoon membawa dirinya duduk di seberang pasangan itu, di ruang makan. "Kemarin sore dia kembali ke sekolah, kembali membantu panitia yang membereskan hall hingga malam. Jadi tak heran lagi jika dia seperti ini." Nada bicara Jungkook berubah jengkel di akhir kalimat.

Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | FinishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang