◇◇◇
"Park Jihooooonnnnn!" Jihoon yang baru menyeduh sedikit tehnya tersedak kala teriakan Cheonsa menggelegar. Ia terbatuk lantas memukul-mukul dadanya untuk meredakan batuknya. Gadis itu berada di lantai dua rumah, namun teriakannya terdengar begitu nyaring hingga ke lantai dasar, ke ruang makan. Suara gadis itu lebih dahsyat dari terompet kiamat - Jihoon rasa.
"Wae gurae, Jihoon-ah?" Selidik Jimin dengan suara kecil. Tak ingin Cheonsa tahu jika Jihoon akan ia interogasi di meja makan ini. Jika Cheonsa sudah berteriak begitu, pasti ada hal jahil yang Jihoon lakukan terhadapnya.
"Molla." Jihoon mengangkat cangkirnya, kembali hendak menyeduh teh. Ia tak merasa melakukan sesuatu terhadap kakak perempuannya itu. Itu sebabnya dia terlihat santai-santai saja.
"Park Jihoon!" Dan teh itu ia semburkan kala suara tadi berada tepat di sampingnya. Gadis itu benar-benar ajaib, Jihoon rasa. Padahal baru saja ia berteriak di lantai dua rumah, sekarang dia sudah berdiri tepat di samping Jihoon. Bagaimana cara dia menuruni anak tangga yang banyak itu? Atau jangan-jangan, kakak perempuannya ini mempunyai kekuatan teleportasi?
"Ya! Cheonsa-ya! Apa-apaan kau ini! Pagi-pagi sudah berteriak." Tegur Jihoon dengan nada sok dewasanya.
"Di mana heels-ku?" Tanya Cheonsa dengan kedua tangan di pinggang, menatap Jihoon sebal. Jihoon melirik sinis pada gadis itu. Kemudian memutar tubuhnya menghadap padanya.
"Mengapa bertanya padaku? Memangnya aku yang memakai heels-mu?" Cheonsa mendengus sebal. Ya, semua barang yang ia cari dan tidak ia temukan selalu ia tanyakan pada Jihoon. Bahkan pernah sekali Cheonsa menanyakan keberadaan bikininya pada Jihoon, semata-mata hanya karena anak itu terlalu jahil padanya, teramat sering menyembunyikan boneka-boneka Cheonsa kala mereka kecil. Padahal hilangnya barang-barang Cheonsa hanya karena gadis itu lupa tempat ia meletaknya. Dan Jihoon selalu menjadi sasaran.
"Heels yang akan kau pakai pagi ini?" Hayoon yang sedang menunggu pie-nya matang di depan oven akhirnya bersuara.
"Ye, Eomma."
"Sudah Eomma siapkan. Ada di mobil. Kau tak ingin memakainya langsung, 'kan? Jadi Eomma menyimpannya di mobil Oppa." Cheonsa tersenyum lega. Ibunya benar-benar malaikat.
"Besok sekalian kau tanyakan padaku di mana kau menyimpan kepalamu." Ledek Jihoon, membuat Jimin tertawa kecil di kursinya.
"Shikkeuro!" Cheonsa menatapnya sebal sejenak, bersedekap, lalu dengan bibir mengerucut kesal kembali ke kamarnya.
"Apa Jiho sudah siap?" Tanya Hayoon penasaran.
"Sudah, Eomma." Jawaban itu membuat Hayoon menoleh ke belakang dan tersenyum.
"Kau terlihat tampan dan berkharisma dengan seragam itu, Ho-ya." Puji Jimin melihat anak pertamanya mengenakan seragam kebanggaannya. Mendengar pujian itu, Jihoon menipiskan bibir.
"Namun tetap, aku yang paling tampan." Ucapnya tak mau kalah.
Jiho tersenyum pada Jimin. "Tentu, seperti Appa." Balas anak itu memuji.
"Dan sekarang, di mana Princess itu? Apa dia merajuk lagi?" Hayoon bergabung ke ruang makan, menghidangkan pie apel yang baru ia buat ke atas meja. Mereka akan memulai sarapan bersama.
"Aku sudah selesai." Jawab Cheonsa seraya mendudukkan diri di seberang Jihoon. Begitu ia bergabung ke meja makan, mata kecil gadis itu langsung membola kala mendapati makanan favoritnya terhidang di depan mata. "Whoa! Pie apel kesukaanku!" Cheonsa hendak meraih pie apel tersebut, namun Jihoon lebih dulu merebutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | Finish
RomanceMenikah di usia muda memang menjadi keputusan paling nekat yang pernah Jungkook ambil dalam hidupnya. Banyak yang ia korbankan demi bisa melindungi gadis yang dicintai. Masa depan, masa remaja, kebebasan, semua Jungkook korbankan demi bisa melindung...