Happy reading ♡
.
Jungkook keluar dari mobil dan memasuki rumah Jimin seraya terus menatap pergerakan jarum jam pada pergelangan tangan. Pukul dua belas malam, dan dia baru pulang. Dia melewatkan acara makan malam bersama keluarga Park dan istrinya. Ia sempat mengirim pesan dan berusaha menelepon Jira untuk memberitahu hal tersebut. Namun hingga selarut ini ponsel istrinya itu masih belum aktif. Jungkook semakin cemas. Jadi begitu pulang dari kantor, langsung saja ia menuju rumah Jimin mengingat mungkin Jira menunggunya di sana.
Namun begitu tiba di rumah Jimin, pintu terkunci rapat. Semua lampu padam saat ia mengintip melalui celah jendela. Agaknya para penghuni rumah ini sudah tidur. Jungkook merasa tak enak hati untuk membangunkan penghuni rumah. Jadi ia putuskan untuk langsung pulang ke apartemen mengingat Jira tadi pagi sudah berniat untuk pulang jika saja Hayoon tak menahannya.
.
.
"Ne... aku akan datang lebih awal besok. Kau juga. Pastikan belum ada seorang pun di kantor saat kita berdua datang." Lekas Jira pejamkan matanya rapat-rapat kala pintu kamar berderit, dan suara Jungkook yang sedang berbicara dengan seseorang terdengar. Ia mencengkeram erat ujung selimut yang menutup tubuhnya hingga sebatas dada, menahan air mata yang mendesak hendak keluar. Ia tak ingin bergerak, tak ingin bersuara, tak ingin Jungkook tahu bahwa dia masih terjaga. Membuka mata menyambut Jungkook sama halnya dengan dia memamerkan mata sembabnya pada suaminya itu. Jadi, mati-matian ia tahan gerakannya dari posisinya membelakangi pintu.
Suara Jungkook tak terdengar lagi. Jira merasakan kasur di belakang tubuhnya melesak diduduki seseorang, Jungkook pastinya. Lelaki itu melongokkan kepala menatap wajah Jira. Ia tersenyum kecil lantas mengecup dahinya. Tangannya mengusap lengan Jira dengan begitu lembut, takut membangunkan tidur gadis itu. Sekali lagi Jungkook cium kepala Jira, lalu menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Matanya terpejam sembari tangannya bergerak melonggarkan lingkaran dasi yang melingkar di leher. Hari yang melelahkan bagi Jungkook. Semua yang ada di tubuhnya terasa begitu lelah hari ini. Tidak hanya tubuh, namun hati dan pikirannya ikut merasa lelah.
Ini hari pertama Joshua berada di Negaranya, dan dia cukup kewalahan menangani lelaki itu. Bagaimana jika Joshua memutuskan untuk menetap di sini?
Jungkook menatap wajah Jira dari samping. Melihat wajah itu kembali membuat Jungkook teringat akan tujuan utama Joshua kembali ke Korea. Apalagi jika bukan untuk merebut wanita kesayangannya.
Jungkook membaringkan tubuh. Dadanya membentur punggung Jira. Tangannya menyelimuti tangan Jira yang masih menggenggam ujung selimut. Kepalanya ia tenggelamkan di burai rambut Jira dan matanya terpejam menghirup wangi menenangkan yang menguar dari tiap helainya. Pelukannya semakin ia eratkan saat rasa takut kembali muncul. Gadis ini bisa saja hilang darinya jika dia tak bertindak tegas. Kehadiran Joshua bagaikan tanda bahaya bagi Jungkook yang membuat dia meningkatkan kewaspadaan begitu tinggi. Biarlah perusahaannya hilang, asal jangan gadis dalam dekapannya ini yang hilang.
.
.
.
Jira terbangun, namun belum membuka mata sepenuhnya. Tangannya yang terulur di sisi ranjang di sebelahnya merasakan sebuah kekosongan di sana. Hal itu membuat dirinya terpaksa harus membuka mata dengan sempurna. Jungkook tak ada di sampingnya. Bergegas ia bangkit guna mencari keberadaan sang suami. Dia harus menuntut jawaban mengapa Jungkook berangkat lebih cepat pagi ini, dan dengan siapa semalam dia berkomunikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | Finish
RomanceMenikah di usia muda memang menjadi keputusan paling nekat yang pernah Jungkook ambil dalam hidupnya. Banyak yang ia korbankan demi bisa melindungi gadis yang dicintai. Masa depan, masa remaja, kebebasan, semua Jungkook korbankan demi bisa melindung...