Happy reading☆☆☆
.
.
.
"Jiho-ya, bangun, Sayang... kau harus bersiap ke sekolah." Jiho menggeliat kecil. Ia langsung terbangun kala mendengar suara lembut sang ibu. Hayoon menyingkap lembut selimut di atas tubuhnya lalu melipatnya serapi mungkin. Jiho mendudukkan diri seraya mengucek-ngucek mata. "Palli... waktumu untuk sarapan tak akan ada jika kau belum mandi sekarang." Bocah lelaki itu menurut dengan malasnya.
Jimin menggeliat kecil merasakan sebuah tangan mungil menepuk-nepuk pipinya. Pipinya tidak terasa sakit memang, tapi tepukan kecil itu berhasil membangunkannya. "Appa..." suara menggemaskan itu membuat Jimin segera membuka mata. Mengerjap beberapa kali, kemudian tersenyum lebar saat Cheonsa juga melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan barusan. Jimin mendekap erat Cheonsa, membuat balita itu cekikikan.
"Eomma eodiya?" Jimin mengangkat putrinya tinggi-tinggi sementara Cheonsa merentangkan tangan, meumpamakan dirinya sebagai pesawat. Jimin terkekeh dibuatnya. Akankah putrinya ini nantinya juga akan menyukai pesawat? Seperti kakak lelakinya yang sangat menyukai apa pun yang berhubungan dengan pesawat. Namun tetap, Iron Man yang utama. Dia menyukai pesawat karena benda itu bisa membuatnya terbang seperti Iron Man-nya, katanya.
Cheonsa menatap pintu kamar. Ia melihat ibunya keluar melewati benda itu tadi. Tapi dia tidak bisa mengatakannya. Jadi hanya jari telunjuk mungilnya yang mengarah pada pintu. Jimin tersenyum dan menurunkan putrinya. Ia baringkan di sebelah ia merebahkan tubuh. Jimin memutar tubuhnya menghadap Cheonsa. Menatap Cheonsa dengan senyum lebar. Melihat wajah Jimin yang tersenyum, Cheonsa ikut tersenyum kemudian menepuk-nepuk pipinya lagi.
"Jim," Hayoon mendesah lega melihat Jimin yang akhirnya sudah bangun. Ia hendak berteriak namun menahan pekikannya saat melihat Jimin sudah bangun - dari ambang pintu. Napasnya masih sedikit tersengal. Ia tadi berlari menuruni tangga menuju kamarnya setelah keluar dari kamar Jiho. Ia takut Jimin belum bangun, Cheonsa yang lincah bergerak ke sana kemari terjatuh dari atas kasur tanpa sepengetahuan Jimin. Itu sebabnya ia menghela napas lega kala mendapati Jimin sedang bermain dengan Cheonsa.
"Wae?" Tanya Jimin dengan santai seraya mendudukkan diri. Cheonsa ia bawa ke pangkuan. Hayoon mendekat dan langsung mengambil Cheonsa dari Jimin. Mungkin Cheonsa tak suka dengan tindakan Hayoon, hingga Hayoon memekik saat Cheonsa menarik rambutnya yang tergerai.
"Ya!" Pekik Hayoon namun tidak kuat. Cheonsa merajuk. Bayi itu mengerucutkan bibirnya. Hayoon tersenyum gemas lantas mencium putrinya. "Siapa yang mengajarimu begitu, hm?" Gemas Hayoon. Jimin mendekat dan mencium gemas pipi istrinya - lebih dulu - lalu Cheonsa. Tindakan tiba-tiba Jimin membuat Hayoon terkejut. Refleks ia tepuk lengan Jimin dengan kesal. Jimin hendak mengambil Cheonsa dari Hayoon, namun buru-buru Hayoon jauhkan Cheonsa darinya.
"Wae?" Protes Jimin kebingungan.
"Kau harus mandi."
"Sebentar lagi." Jimin kembali hendak merebut Cheonsa dari Hayoon. Tapi lagi-lagi Hayoon menjauhkan Cheonsa darinya.
"Tidak sebelum kau mandi." Hayoon mendorong punggung Jimin agar masuk ke dalam kamar mandi. Cheonsa pun tak mau ketinggalan. Ia ikut menempelkan tangan mungilnya di punggung Jimin.
"Geurae." Jimin melangkah gontai menuju kamar mandi.
—
"Kemari." Jimin hendak mengangkat Cheonsa, mengeluarkannya dari baby walker. Namun sang istri menahan. Jimin menatapnya penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Book II] | Jeon Jungkook | Finish
Roman d'amourMenikah di usia muda memang menjadi keputusan paling nekat yang pernah Jungkook ambil dalam hidupnya. Banyak yang ia korbankan demi bisa melindungi gadis yang dicintai. Masa depan, masa remaja, kebebasan, semua Jungkook korbankan demi bisa melindung...