Dien duduk santai di kursinya menunggu kedatangan yang lain dia membaca bukunya. Dia merasa sangat sedih hari ini, dia tidak tau apa penyebabnya tapi rasanya hari ini sia-sia walau masih pagi. Dien berdoa singkat untuk menghilangkan rasa kecemasannya.
Dara dan Yobela memasuki kelas itu sambil bergandengan tangan. "Hai Diennya Zee, udah sampe lo?" Tanya Yobela duduk di kursinya dan melepaskan tasnya lalu menggantungkannya di meja.
"Udah lihat malah nanya!" Ketus Dara kesal. "Yah, gue nanya sama Dien kok lo yang terus sewot yah?"
"Udah- udah tadi kalian gandengan sekarang malah berantem. Aku yah penyebab kalian berantem?" Dien meletakkan bukunya dan berlatih menatap kepada kedua temannya.
"Enggak lah, berantem itu sudah termasuk takdir, jadi lo itu bukan penyebab kami berantem." Dara mengangguk menyetujui perkataan Yobela dan meletakkan kepalanya di atas meja di lipatan tangannya.
"Di, gue nyontek dong. Soalnya tugas fisika gue belum siap. Nanti gue dihukum lagi menghormat bendera terus pas dihukum ada kak Devannya, kan gue pasti malu." Yobela berpindah ke kursi di samping Dien.
Dien mengambil buku tugasnya dan menyodorkan nya kepada Yobela. Dengan pancaran senyum di bibirnya, Yobela membuka lembaran demi lembaran buku itu dan cepat menyalin semua yang ditulis Dien.
Di sela-sela menulis, Yobela melihat kepada Dara yang sedang tertidur. "Tugas lo udah siap emangnya Dar?" Tanya Yobela sambil menulis.
Dara membuka matanya walau masih meletakkan kepalanya di atas meja. "Gue ngantuk banget, lo gak lihat mata gue berkantung cuman ngerjain tuh tugas sampe jam satu. Lo juga tau kan kalau gue juga harus bangun jam empat."
"Yaudah gue lihat dulu tugas lo siapa tau ada yang salah," pinta Yobela meletakkan pulpennya.
"Ambil aja!" Yobela membuka tas Dara. Tangannya sibuk mencari-cari buku fisika. Dia menemukannya dan membukanya lalu membandingkannya dengan buku Dien. "Tugas lo jalannya pendek yah, rumus-rumusnya juga gak ada. Coretannya juga banyak banget, tapi jawabannya benar sih."
Dien menoleh mendengar penjelasan Yobela dan melihat buku itu. Benar sekali buku itu banyak coretan dan rumusannya juga gak ada. Itu memang tidak jadi masalah tapi setiap membuat tugas seperti fisika dan matematika rumus harus selalu ada sebelum angka-angkanya.
"Yang penting gue udah usaha, gak kaya lo parasitisme. Gak sadar!" Sindir Dara merebut bukunya dan menyimpannya ke dalam tasnya.
"Mutiara kemana yah? Udah satu minggu gak ngasih kabar dan ga sekolah?" Tanya Dara melihat kepada Dien dan Yobela.
"Iya, aku juga udah pergi kerumahnya tapi gak ada satupun orang disana." Dien memegang sudah pergi kerumah Mutiara tapi saat dia mengetuk - ngetuk tidak ada satupun sautan.
Mereka tampak berpikir sejenak setelah itu Mutiara masuk kelas dengan penampilan yang susah diidentifikasikan. Matanya yang sembab dan mukanya yang kusam, rambutnya sedikit berantakan dan baju yang keluar blus.
"Mutiara, panjang umur abis dibicarakan orangnya muncul. Lo darimana aja selama ini? Chat kita gak dibalas telepon juga gak diangkat." Yobela menggerutu kesal karena Mutiara hilang selama satu minggu tanpa kabar apa-apa.
"Mut, kamu kenapa gak masuk?" Tanya Dien mendekat kepada Mutiara.
"Iya, muka lo juga sembab, lo abis nangis yah?" Kali ini Dara yang bertanya.
"Lo gak apa-apa kan Mutiara?"
"Iya, gue gak apa-apa kok. Kalian gak usah khawatirin gue."
"Maksud lo apaan gak khawatirin lo? Kita itu sahabat lo yah, pastinya kita khawatir sama lo." Dara menggeram marah mendegar perkataan Mutiara seakan-akan mereka orang asing yang tidak saling care.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEEDIEN [End]
Fiksi RemajaHanya seorang gadis yang mampu memberikan rasa sayang dan cinta kepada pemuda yang tidak pernah mendapat kasih sayang dari siapapun sebelum gadis itu muncul dalam kehidupannya.