Untuk kamu semangat menjalani hidupnya! Jangan mau kalah sama Revanza
~Selamat Membaca~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
**🌜**
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Laki-laki itu nampak gundah dalam ingin membuka pintu atau tidak. Namun, dia akhirnya memutuskan dan memilih untuk mendorong pintu tersebut.
Dengan baju yang basah kuyup serta menggigil kedinginan ia buru-buru menuju ke kamarnya yang terletak di lantai atas.
Tak ada yang menyambutnya sama sekali. Tapi, Revanza berhenti sementara saat ia mendengar suara tawa.
"Pintarnya anak Papa, Papa bangga sama kamu"
Itu adalah penampakan sebuah keluarga. Di mana ada seorang ayah, ibu, dan anak yang tengah mengitari meja makan dengan diiringi tawa yang bahagia.
Terlihat hangat, Revanza sedikit punya rasa akan apa yang sedang ia lihat ini namun dia memilih tak acuh dan kembali berjalan.
"Kak Revan?"
Seketika atensi mata mereka tertuju pada Revanza. Gurat wajah yang tercetak jelas di muka Gerald itu menandakan ia begitu tak suka dan langsung menghampiri cowok itu.
"Ah, becek sudah rumahku," keluh Sarah menatap Revanza.
"Entahlah, kamu tidak lihat pakaian kamu yang basah begini? Kalo kayak gini siapa yang repot?!"
Revanza menarik napas dan memalingkan wajah ia sama sekali tak peduli, laki-laki itu bahkan tak membalas perkataan Gerald.
Melihat gelagat Revanza yang tidak menghiraukan dirinya, membuat Gerald emosi dan refleks memukul Revanza.
Bugh!
"Papa!" pekik Vanya.
"Dengar, kamu itu cuman numpang! Jangan sok kamu, yah? Ingat! Kamu itu bukan siapa-siapa di sini!"
Revanza bangkit dari tersungkur seraya mengelap sudut bibir yang terpukul. Sakit, ia mengecap rasa asin.
"Bukannya kebalik?" tanya ia, kemudian menatap Gerald tajam "Istri Anda itu." ia menunjuk Sarah lalu berikutnya Gerald "Dan Anda lah yang menumpang di rumah saya"
Cowok tersebut lalu membungkuk untuk mengambil tasnya yang terjatuh dan berkata kembali, "Rumah ini milik Ayah sama Bunda, bukan punya Anda."
Revanza melenggang pergi meninggalkan Gerald yang mengepalkan tangan kuat. Sementara Vanya kembali duduk dengan perasaan sedih karena tidak dapat membantu.