Vote-nya jangan lupa!
❝Mulut memang mudah berkata bohong, tapi jangan lupakan hati yang memberontak ingin berkata jujur.❞
•••
Di depan unit apartemen Jessi, Danis berdiri di sana. Sudah sekitaran lima menit berlalu tetapi keraguan dalam dirinya belum saja menghilang, sekaligus takut akan bertemu kembali dengan gadis itu. Tangannya sejak tadi sudah terangkat tepat di depan daun pintu, ingin mengetok atapun memencet bel rasanya berat untuk ia lakukan.
"Bisa, bisa. Selesain masalah ini sekarang, jangan pedulikan respon Jessi nanti." Oleh perkataannya itu, Danis mencoba memberanikan diri memecet bel. Lalu kembali terdiam menunggu gadis di dalam itu membuka pintu.
Ini terlalu pagi, mungkin Jessi sendiri masih terlelap nyaman di dalam kamar. Danis sengaja, ia tidak ingin mengambil waktu siang kemari, takut gadis itu tidak ada nantinya. Setelah bergeming beberapa menit menunggu, tanda-tanda seseorang membuka pintu membuat Danis angkat pandang.
"Kak Danis?"
Suara Jessi terlampau pelan, namun masih bisa Danis dengar. Gadis itu hanya membuka sedikit pintunya, menyadari jika tamunya ialah Danis, lekas ia menarik kembali kenop pintu itu untuk ia tutup lagi. Kalah cepat rupanya, Danis lebih dulu menahan. Jessi melotot terkejut.
"Jangan sampai aku teriak ya, kak!"
Jessi terlanjur trauma melihat Danis, karena dengan otomatis kejadian kelam itu teringat kembali. Ia benci jika dipaksa mengingat lagi. Sedang Danis terdiam sesaat, ia paham akan ketakutan Jessi sekarang. Dan itu jelas karena dirinya.
"Jess, aku mau bicara sebentar sama kamu."
"Gak kak, aku gak mau bicara sama kamu. Pulang, jangan lagi ke sini."
Jessi masih terus menarik kenop pintu itu, tidak ingin membiarkan Danis membukanya lebar. Namun karena tenaganya tidak sebanding dengan Danis, celah beberapa senti yang ditahan oleh tangan Danis membuat keduanya masih beradu tatap.
"Aku udah cerita sama orang tua aku mengenai masalah ini."
Tarikan di kenop pintu itu seketika melonggar oleh pernyataan Danis barusan. Jessi terkejut. Sadar jika gadis itu tidak lagi memberontak ingin menutup pintu ini, Danis mengambil kesempatan tersebut untuk melanjutkan kembali ucapannya.
"Besok aku sama orang tua aku mau temuin Bunda sama Ayahnya kamu. Aku serius mau bertanggung jawab."
***
Di sebuah café yang terbilang cukup sepi pengunjung menjadi titik bertemu Jessi dan Kayra. Ketukan meja berulang kali itu terus terdengar dari Jessi. Gadis itu tampak gelisah menunggu Kayra datang. Ia bahkan sudah hampir sepuluh menit menunggu di sana.
Dari arah pintu masuk Jessi bisa melihat Kayra datang dengan wajah setengah kesal oleh janjian bertemu yang mendadak ini. Setelah menghampiri meja Jessi, ia lantas menarik kursi di hadapan gadis itu. "Lo apa-apaan sih pagi-pagi ngajak ketemuan. Ini jam istirahat gue, Jessica!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]
Romance[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Kata orang, menikah itu sesuatu yang paling ditunggu dan diimpikan pada sepasang kekasih. Sesuatu yang menjadi momen paling berharga nantinya. Tapi mengapa untuk sepasang pengantin baru ini tidak? Tak ada senyum ketulusan...